Berita tentang beberapa pemain PSM Makassar yang belum digaji 1 hingga 3 bulan, membuat prihatin siapa pun. Demikian pula saat Bernado Tavares menyampaikan pernah menjual beberapa barang pribadinya untuk menutupi kebutuhan, pun menjadi sesuatu yang menyesakkan.
Bagaimana tidak, sebagai pelatih dan pemain yang mengarungi kerasnya BRI Liga 1, harus memikirkan perutnya saat harus bertanding. Kepastian akan pelunasan tunggakan gaji yang tidak jelas, membuat mereka kehilangan motivasi untuk bermain.
Ironisnya, PSM Makassar adalah kampiun BRI Liga 1 edisi tahun lalu. Sehingga sebagai imbalan, mereka pun mewakili Indonesia menjalani laga AFC Cup edisi tahun ini.
BACA JUGA: Gramedia Jual Buku Murah tapi Warga Lebih Suka Baca Lewat Smartphone
Namun alih-alih moncer prestasinya. PSM Makassar justru tenggelam makin dalam di kompetisi maupun ajang AFC Cup. Di BRI Liga 1, kini mereka mendekam di peringkat ke-10. Sebuah peringkat yang tidak mencerminkan superioritas mereka di tahun lalu.
Demikian pula di AFC Cup. PSM Makassar terkesan menjalani setiap pertandingan tanpa motivasi sama sekali. Bahkan saat terakhir mewakili wakil Vietnam, terkesan mereka tidak mau menang. Padahal potensi untuk menang sangat besar, mengingat posisinya sebagai tuan rumah.
Mungkin saja mereka menghindari pengeluaran lebih besar jika harus lanjut babak berikutnya. Sehingga satu-satunya jalan, fokus pada BRI Liga 1 saja.
Situasi memprihatinkan ini pada dasarnya tidak dialami PSM Makassar sendiri. Sebagian klub yang berlaga di BRI Liga 1 pun pasti pernah atau sedang mengalaminya. Sehingga tidak aneh jika sebuah klub yang di edisi tahun lalu begitu superior, tiba-tiba terjerambab ke dasar klasemen.
Hal ini semua pada dasarnya disebabkan manajemen keuangan klub yang tidak sehat. Klub tidak bisa menjamin kepastian pemasukan setiap tahunnya, sehingga setiap memasuki tahun kompetisi baru, mereka harus mulai dari nol.
BACA JUGA: Biar Keren, Dongeng Juga Harus Mengikuti Perkembangan Zaman!
Hal ini terutama menyangkut dana dari sponsor. Nilai jual klub di mata sponsor tidak semuanya seksi. Sehingga beberapa sponsor hanya mengikat kontrak jangka pendek. Hal ini untuk menghindari terjadinya hal-hal di luar prediksi mereka.
Sementara itu pemasukan dari penjualan tiket, merchandis klub, maupun subsidi dari regulator tidak mampu menutup operasional yang mereka butuhkan. Bahkan tidak jarang supporter justru mendatangkan kerugian bagi klub terkait sanksi yang dikeluarkan Komisi Disiplin PSSI terkait kericuhan pertandingan.
PSM Makassar sendiri mengalami hal itu. Kewajiban mereka harus menggelar ajang AFC Cup di Bali, jelas sangat merugikan secara finansial. Masalahnya mereka tidak mendapatkan pemasukan dari penjualan tiket, di sisi lain harus mengeluarkan biaya sewa stadion dan akomodasi.
Sementara itu tuntutan prestasi dari supporter sangat luar biasa. Mereka seakan tidak mau tahu dengan urusan finansial yang tengah diderita klub. Jadilah pelatih dan pemain tak ubahnya kue sandwich yang tergencet dari atas dan bawah.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS