Kurikulum Merdeka dan Tantangan Masa Depan

Hayuning Ratri Hapsari | Arif Yudistira
Kurikulum Merdeka dan Tantangan Masa Depan
Ilustrasi pelajar (Pexels/Agung Pandit Wiguna)

Filosofi kurikulum merdeka digagas agar pendidikan kita sejalan dengan konsep Ki Hajar Dewantara. Sejak digulirkan pada tahun 2022, kurikulum ini berangsur dan dipraktikkan di seluruh sekolah Indonesia.

Meski saat ini baru sekitar 60%, kurikulum merdeka terus diupayakan agar bisa menjangkau di seluruh lapisan sekolah negeri maupun swasta. 

Dalam setiap pergantian kurikulum, selalu saja ada pergolakan baik dari pihak sekolah maupun guru. Begitu juga dalam kurikulum merdeka, awalnya guru pun harus menyesuaikan dengan kurikulum merdeka. 

Sebagai guru, kurikulum merdeka memang memberi fleksibilitas kepada sekolah maupun guru dalam penerapannya. Nadiem Makarim sendiri memang memberi ruang yang seluas-luasnya bagi sekolah untuk menerapkan kurikulum merdeka atau memakai kurikulum 2013.

Pada aspek ini, sejatinya kurikulum merdeka memang tidak memaksa sekolah atau guru sebagai bagian yang integral dalam kurikulum. 

Kritik

Sebagai kurikulum baru, kurikulum merdeka tidak lepas dari kritik. Kurikulum ini dianggap oleh Doenie A Koesoemo seorang pakar pendidikan sebagai kurikulum yang melemahkan guru. Doenie menyebut kurikulum merdeka membuat "tirani aplikasi". Guru dianggap mengejar centang hijau dan budak aplikasi. 

Benarkah demikian? Bila ditilik dari lapangan, sejatinya tidak ada paksaan untuk mempelajari materi penguatan skill dalam "platform merdeka mengajar" yang disediakan dalam kurikulum merdeka. 

Platform merdeka mengajar harus dipandang sebagai upaya membangun fondasi dan memperkuat filosofi guru sebagai pendidik. Melalui platform ini guru diajak memperdalam, belajar kembali dan memahami ulang makna menjadi guru ala Ki Hajar Dewantara. 

Pembelajaran memang didesain adaptif dengan guru milenial yang lekat dan akrab dengan teknologi. Ini mungkin dianggap terlalu sulit untuk guru yang belum memiliki basic dalam bidang IT.

Tetapi perubahan dan migrasi teknologi guru di masa lalu rasanya sudah menjadi hal yang biasa dan niscaya. Apalagi siswa yang memang sudah akrab dengan dunia digital dan internet. 

Darmaningtyas (2024) bahkan menyebut bahwa kurikulum merdeka cocok untuk guru penggerak dan diterapkan di kota. Artinya, bila infrastruktur di desa dipacu, digenjot dan dioptimalkan, kurikulum merdeka bisa menjawab tantangan pendidikan di masa depan

Ganti Kurikulum?

Penghitungan rekapitulasi hasil pemilu 2024 belum usai. Transisi kepemimpinan pascapemilu sebentar lagi akan ditetapkan. Guru dan juga pelaku pendidikan menunggu bagaimana kebijakan pendidikan Indonesia setelah pemilu. 

Kurikulum merdeka meski masih ada kekurangan dan kelemahan harus terus diperbaiki dan dibenahi. Kita belum tahu bagaimana kebijakan pemerintah di masa mendatang, terutama berkaitan dengan kurikulum. 

Jangan sampai pemerintah ambisius mengubah kurikulum kembali hanya demi eksistensi rezim dan sekadar mengganti kebijakan lama dengan kebijakan baru. 

Ada baiknya kurikulum merdeka dikaji, dievaluasi, dan disempurnakan. Saya percaya kurikulum merdeka menjawab dua hal penting.

Pertama, arus pergeseran pembelajaran yang mengarah pada tranformasi digital. Kedua, kreativitas dan juga penguatan pendidikan karakter melalui P-5. Dua hal ini bila dikuatkan akan membawa kurikulum merdeka menjawab tantangan masa depan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak