Sastra adalah bentuk karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif dan menggunakan bahasa yang indah serta keberadaannya dapat berguna untuk hal-hal lain (Taum, 1997). Ungkapan ini dapat dituliskan dalam banyak karya seperti cerita, puisi, karya tulis ilmiah, essai, dan masih banyak lagi. Namun, perlu diketahui bahwa sastra memiliki peran penting untuk bisa mengubah pola pikir generasi muda. Sastra tidak hanya sekadar cerita fiksi/khayalan. Karya sastra juga dapat dituangkan dalam bentuk cerita atau narasi yang bersifat fakta dan benar-benar terjadi.
Pada generasi muda, sastra berada di ambang hidup dan kematian. Dapat dikatakan demikian karena generasi muda yang malas untuk membaca. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001% . Data ini dapat digambarkan dengan 1.000 orang di Indonesia, maka hanya 1 orang saja yang rajin membaca. Sungguh miris minat baca di Indonesia sehingga sampai saat ini pemerintah gencar melaksanakan gerakan literasi untuk meningkatkan minat baca generasi muda di sekolah-sekolah Indonesia.
Dedikasi yang dilakukan generasi muda masih sangat sedikit untuk sastra. Malas untuk membaca saja cukup mengkhawatirkan. Bahkan, melukis karya sastra juga dirasa tidak ingin untuk dicoba. Padahal, untuk menjadi seorang yang dikenal sebagai kutu buku itu sangat diperlukan agar wawasan yang didapatkan dapat bermanfaat bagi generasi muda. Hal ini harus diterapkan oleh generasi muda agar sastra terus berkembang mendunia.
Maraknya informasi yang beredar di berbagai sumber internet dan media sosial juga tidak luput dari kebohongan. Dampak malas membaca tidak hanya memunculkan kesalahpahaman dari informasi yang dibaca, tetapi juga menjadikan generasi muda yang tidak sigap mencari kebenaran terhadap informasi yang diberikan. Percaya dan langsung berkomentar hingga menyebarluaskan informasi yang belum tentu dapat dipercaya. Generasi muda harus menyaring informasi yang didapatkan dengan sumber-sumber yang terpercaya agar tidak mudah termakan berita bohong.
Efek dari malas membaca dapat menjadi faktor negatif yang dapat memengaruhi perkembangan sastra pada generasi muda. Terkadang, anak muda selalu ingin mendapatkan informasi dengan instan yang memiliki kalimat singkat, padat, dan jelas tanpa memerhatikan detail dari informasi yang didapatkan. Hal inilah yang menjadi sisi negatif generasi muda terhadap sastra. Dengan membangkitkan minat baca, generasi muda dapat membentuk karakter bangsa dengan bahasa dan sastra.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh PISA pada tahun 2019, minat baca Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Dengan kata lain, negara Indonesia termasuk ke dalam bagian 10 negara yang memiliki tingkat literasi terendah. Banyak faktor yang menyebutkan bahwa minat baca di Indonesia termasuk terendah diantaranya bacaan kurang memikat, kurang mampu menumbuhkan kebiasaan membaca, dan minimnya sarana perpustakaan sekolah. Inilah penyebab minat baca atau literasi di Indonesia sangat rendah.
Menurut saya, faktor yang lebih cukup signifikan mewakili faktor-faktor tersebut adalah minat baca tidak ditumbuhkan sejak usia dini. Saat ini, orang tua sudah memberikan gawai kepada anaknya sejak kecil. Hal ini dapat berdampak pada minat baca anak yang seharusnya ditumbuhkan sejak masa kecil.
Ketika sudah beranjak dewasa, literasi menjadi sebuah paksaan bagi seorang anak. Seiring kemajuan teknologi yaitu kecerdasan buatan, saat ini sudah bisa mencari berbagai informasi yang kemudian di parafrase oleh sistem agar menjadi kalimat yang dapat mudah dipahami dan diubah agar tidak terlihat kalimat plagiat sehingga membuat minat baca semakin menurun. Terkadang, hal ini menjadi kebiasaan bagi anak muda di zaman sekarang.
Sebenarnya, teknologi yang terus berkembang menjadi sebuah tantangan di era saat ini bagi generasi muda khususnya terhadap sastra. Minat baca yang rendah juga dapat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi di era globalisasi masa kini. Peristiwa ini dapat terjadi dikarenakan pemuda sering kali menyalin sebuah informasi tanpa membaca dan menyaringnya terlebih dahulu, terutama saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Penyebabnya adalah generasi muda tidak mendapatkan ilmu dari informasi bacaan yang diperoleh dan belum dapat dipastikan kebenaran informasinya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan anak muda malas untuk membaca dan sehingga tidak menyaring informasi yang didapatkan.
Walaupun teknologi menjadi tantangan dan godaan bagi anak muda untuk melakukan hal tersebut, tonggak awal pergerakan kemajuan teknologi menjadikan sastra lebih cepat mendunia. Ruang digital yang berada di dalamnya itulah yang dapat menjadikan generasi muda lebih jauh mengenal dan menikmati karya sastra. Apabila anak muda memanfaatkannya secara kreatif pada ruang digital tersebut dapat menjadikan dampak positif untuk perkembangan sastra yang cukup signifikan. Jika anak muda tidak memanfaatkan ruang digital dengan baik, maka sastra akan mengalami kemunduran dan lenyap begitu saja.
Kemajuan teknologi yang semakin pesat akan membuahkan dampak positif dan negatif. Munculnya kecerdasan buatan menjadikan anak muda malas untuk berkarya dan berpikir kreatif, khususnya pada karya sastra. Kecerdasan buatan itu sekarang sudah bisa mengerjakan karya sastra atau karya tulis dengan secepat kilat. Inilah yang menjadikan anak muda malas untuk menciptakan karya dari hasil pemikiran kreatifnya. Padahal, pemikiran kreatif itulah yang dibutuhkan dalam sebuah karya sastra sehingga menjadikan sebuah karya yang memuat estetika.
Dampak positif dari adanya kemajuan teknologi akan muncul pada generasi muda yang berpikir kritis dan kreatif. Ide pemikiran yang dituangkan anak muda jauh lebih berharga dibanding hasil instan dari kecerdasan buatan. Pemuda yang berpikir kritis akan memanfaatkan teknologi saat ini dengan cara yang baik dan kreatif, bukan mengharapkan karya yang instan dan sudah jadi. Jangan biarkan pemuda terlena dengan adanya teknologi yang memudahkan segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia, era digital ini haruslah dimanfaatkan generasi muda untuk berkarya jauh lebih baik dengan menggunakan teknologi secara bijak.
Sebagai generasi muda, bahasa dan sastra adalah budaya yang harus dilestarikan. Pentingnya bahasa inggris atau penggunaan bahasa asing menjadi hal yang terpenting ketika bersekolah atau berkuliah di luar negeri dan menjalin interaksi dengan masyarakat yang berada disana. Namun, terdapat suatu kutipan yang tidak boleh terlupakan oleh generasi muda yaitu mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing. Pemuda Indonesia harus menunjukkan jati diri bangsa dengan bangga menggunakan bahasa Indonesia.
Begitu pun dengan tren budaya barat yang masuk ke Indonesia menjadi populer dan memengaruhi generasi muda saat ini. Pengaruh yang terjadi pada anak muda adalah mengikuti budaya luar tersebut hingga lupa dengan budaya lokal. Generasi muda berperan penting untuk mengenal, mempelajari, dan menjunjung tinggi nilai budaya lokal sehingga nilai-nilai budaya dalam negeri tidak terkikis dan tidak hilang. Menyaring budaya luar adalah langkah yang terpenting untuk mencegah hilangnya budaya lokal oleh anak-anak muda.
Adanya sastra menjadikan generasi muda untuk dapat berkarya dan berkreativitas sekaligus menjadi media hiburan dan sebagai tolak ukur pembelajaran. Kini, sastra di sudut pandang anak muda kian menurun. Meningkatkan minat bahasa, sastra, dan budaya pada generasi muda adalah langkah yang tepat dilakukan dan perlu diperhatikan hingga saat ini, dikarenakan agar tidak terjadi lunturnya penggunaan bahasa dan budaya yang ada di Indonesia saat generasi muda memimpin negeri ini.
Meningkatkan minat generasi muda terhadap sastra harus dilakukan agar sastra tidak memudar di kalangan anak muda. Mengingat beberapa tokoh yang sudah berperan terhadap kemajuan karya sastra di Indonesia. Terciptanya sastra yaitu untuk menyampaikan pesan dan menuangkan sebuah perasaan dari seorang penulis terhadap sebuah karya yang dibuatnya. Sastra juga memiliki keterkaitan dengan budaya-budaya yang ada di Indonesia, sehingga keduanya harus dilestarikan bersama-sama agar tidak luntur identitas karya seni Indonesia.
Generasi muda merupakan peletak tonggak peradaban sebuah bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat pada generasi muda sebagai perwujudan identitas dan budaya juga termasuk dengan bahasa dan sastra. Anak muda harus sadar bahwa bahasa, sastra, dan budaya adalah hal yang penting untuk menonjolkan nilai-nilai identitas bangsa sebagai generasi muda. Sastra juga menjadi sebuah pembelajaran dan mendidik karakter anak bangsa yang berbudi pekerti dan selalu bertingkah laku yang menjunjung tinggi nilai kesopanan dan moral dalam berkehidupan bernegara. Minat generasi muda akan sastra harus dilakukan secara bertahap agar nilai-nilai budaya di dalamnya tidak menghilang di kalangan anak muda.
Oleh karena itu, peran bahasa dan sastra bagi generasi muda bangsa Indonesia sangatlah penting untuk mengubah pola pikir dan sudut pandang para pemuda. Selain itu, mengenalkan karya sastra dan menyediakan buku-buku bacaan sejak usia dini dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan minat baca anak. Sebagai pembawa agen perubahan untuk negeri di masa mendatang haruslah mengingat bahwa literasi adalah bagian terpenting untuk berdedikasi terhadap bangsa melalui sastra dan budaya.