Jadi Juru Bicara saat Teman Belanja: Mau Nolak Tapi Nggak Enak, Rugi Dong!

Hikmawan Firdaus | Sherly Azizah
Jadi Juru Bicara saat Teman Belanja: Mau Nolak Tapi Nggak Enak, Rugi Dong!
ilustrasi belanja bersama teman [pexels/Gustavo Fring ]

Sebagai seseorang yang sering diminta menemani teman belanja, saya mulai menyadari ada satu kebiasaan yang cukup mengganggu. Setiap kali teman saya ingin membeli sesuatu, entah itu di toko pakaian, kafe, atau bahkan toko buku, saya selalu diminta untuk menjadi pihak yang berinteraksi dengan kasir atau pegawai toko. Aneh rasanya, ketika saya yang tidak membeli apa-apa, justru harus berbicara dan mengurus transaksinya. Sementara dia, yang sebenarnya butuh barang tersebut, hanya berdiri di belakang saya.

Awalnya, saya berpikir mungkin ini hanya sekali atau dua kali. Saya bisa memaklumi jika teman saya merasa tidak nyaman atau gugup untuk berbicara langsung dengan orang asing. Namun, ketika kebiasaan ini berulang hampir setiap kali kami pergi bersama, saya mulai mempertanyakan, mengapa harus saya yang selalu berbicara? Padahal, apa susahnya untuk sekadar bertanya harga atau menyampaikan pesanan kepada kasir?

Yang membuat saya lebih heran adalah ketika ada kesalahan dalam transaksi, teman saya sering kali mengeluh atau marah kepada saya. Sebagai contoh, ketika barang yang dia beli tidak sesuai dengan ekspektasi atau pelayanannya tidak memuaskan, sayalah yang sering kali menjadi tempat keluhannya. Padahal, saya hanya membantu, bukan menjadi pembeli yang sebenarnya. Kondisi ini tentu membuat saya berpikir tentang batasan dalam hubungan pertemanan. Menemani teman belanja adalah hal wajar, tapi jika sampai saya yang terus-menerus harus bertanggung jawab atas semua interaksi, apakah itu masih adil?

Saya juga merasa tidak nyaman di posisi ini. Bukan hanya karena harus maju dan bicara, tetapi juga karena saya sering kali merasa bingung bagaimana harus menolak permintaannya dengan cara yang tidak menyinggung. Saya paham, mungkin teman saya kurang percaya diri untuk berbicara dengan orang asing, tetapi bukan berarti saya harus selalu menjadi perpanjangan lidahnya, bukan?

Sebagai teman, tentu ada keinginan untuk membantu. Namun, jika saya terus-menerus yang disuruh maju dan berinteraksi, bagaimana teman saya bisa belajar untuk lebih mandiri? Saya yakin, berbicara dengan pegawai toko atau kasir adalah hal kecil yang seharusnya bisa dilakukan oleh semua orang. Apalagi, situasi ini adalah bagian dari rutinitas sehari-hari. Tidak ada yang salah dengan merasa canggung, tetapi terus-menerus mengandalkan orang lain untuk hal sekecil ini justru bisa membuat kita tidak berkembang.

Akhirnya, saya merasa perlu untuk mulai berbicara lebih jujur kepada teman saya. Mungkin, dengan mengomunikasikan perasaan saya secara baik-baik, dia akan mengerti bahwa tidak selalu harus saya yang maju ke depan. Lagipula, menjadi teman bukan berarti harus melakukan semuanya untuk orang lain. Saya percaya, hubungan pertemanan yang sehat adalah ketika kedua belah pihak bisa saling membantu, tapi juga memahami batasan masing-masing.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak