Fenomena Maraknya Jasa Joki Skripsi: Sinyal Degradasi Moral Intelektual

Hayuning Ratri Hapsari | Yayang Nanda Budiman
Fenomena Maraknya Jasa Joki Skripsi: Sinyal Degradasi Moral Intelektual
Ilustrasi mahasiswa (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Di tengah pesatnya perkembangan dunia akademis, skripsi kini dianggap semakin sulit, terutama oleh mahasiswa yang cenderung "pemalas" atau "penunda" dan lebih memilih cara instan. Situasi ini mendorong munculnya berbagai alternatif, termasuk penggunaan jasa joki skripsi.

Belakangan, media sosial ramai membahas fenomena joki tugas dan skripsi di kalangan mahasiswa. Meskipun bukan hal baru dalam dunia pendidikan, praktik ini kini dilakukan secara terbuka dan bahkan dianggap wajar oleh sebagian orang. Dulu, joki tugas sering dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Praktik ini pada dasarnya melanggar etika akademik. Keterlibatan pihak ketiga dalam penyelesaian skripsi menimbulkan pertanyaan serius mengenai motivasi penggunaan jasa ini serta dampaknya terhadap kualitas pendidikan dan integritas akademik. 

Sistem pendidikan seharusnya mendorong siswa untuk belajar mandiri dan berkolaborasi, agar mereka dapat menguasai dan menerapkan materi yang dipelajari. Namun, dengan adanya joki tugas, mahasiswa tidak perlu belajar keras untuk meraih nilai baik.

Joki biasanya adalah pelajar yang memiliki hobi belajar, yang memanfaatkan keahlian mereka untuk mencari uang—ada yang sekadar untuk uang saku tambahan, dan ada juga yang melakukannya karena kebutuhan ekonomi. Jasa yang mereka tawarkan bervariasi, mulai dari penulisan makalah harian hingga tesis dan disertasi.

Hasil investigasi menyebut bisnis joki ini sangat menguntungkan, dengan tarif yang bervariasi dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Beberapa joki bahkan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah mereka.

Fenomena ini telah menciptakan keresahan yang signifikan. Ini adalah "sisi gelap" pendidikan di Indonesia yang tidak bisa diabaikan, berpotensi menurunkan kualitas lulusan. Jika mahasiswa sudah terbiasa berbuat curang saat belajar, bagaimana mereka akan bersikap saat memasuki dunia kerja yang lebih kompetitif?

Maraknya praktik joki skripsi mencerminkan masalah serius dalam sistem pendidikan tinggi. Tugas akhir, yang seharusnya menjadi sarana pengembangan kemampuan penelitian dan berpikir kritis, sering kali dipandang sebagai beban yang mendorong tindakan tidak etis, seperti menyewa penulis bayangan.

Dari segi hukum, penggunaan jasa joki skripsi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengatur sanksi penjara hingga 2 tahun dan/atau denda maksimum Rp200 juta bagi pelanggaran terkait plagiarisme.

Penyelesaian pelanggaran integritas akademik secara internal seringkali tidak efektif jika ada konflik kepentingan yang kuat, terutama bagi perguruan tinggi yang ingin mempertahankan akreditasinya dengan jumlah lulusan yang tinggi. Tingginya angka mahasiswa drop out bisa berdampak negatif pada akreditasi.

Penyedia jasa joki juga semakin canggih, sehingga sulit mendeteksi plagiarisme dalam karya ilmiah. Seorang joki di Banda Aceh mengungkapkan bahwa mereka menggunakan teknologi kecerdasan buatan dan kemampuan parafrase untuk menyusun teks tanpa kehilangan makna aslinya. Dengan demikian, karya ilmiah yang dihasilkan sulit dikenali sebagai hasil plagiarisme.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana kecenderungan mencari solusi instan dapat merusak integritas pendidikan dan menurunkan nilai etika serta kejujuran. Praktik ini tidak hanya menipu sistem dan melanggar etika, tetapi juga berdampak luas, seperti menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan. 

Padahal, banyak pendidik yang berdedikasi untuk mentransfer ilmu dan berharap dapat melahirkan generasi yang kompeten, etis, dan bertanggung jawab. Praktik joki skripsi ini seolah mengkhianati dedikasi mereka serta usaha keras mahasiswa lainnya yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak