Kasus Guru Honorer di Konawe Selatan, Cerminan Retaknya Pendidikan Indonesia

Hayuning Ratri Hapsari | Christina Natalia Setyawati
Kasus Guru Honorer di Konawe Selatan, Cerminan Retaknya Pendidikan Indonesia
Ilustrasi pembelajaran di kelas (Pexels/ThisIsEngineering)

Kasus guru honorer Supriyani di Konawe Selatan yang dituduh melakukan penganiayaan terhadap muridnya menjadi sorotan publik. Di balik peristiwa ini, tersimpan sejumlah persoalan kompleks yang mengakar dalam sistem pendidikan kita, khususnya terkait status guru honorer.

Guru honorer, dengan segala keterbatasannya, telah menjadi tulang punggung pendidikan di banyak daerah, termasuk Konawe Selatan.

Mereka mengajar dengan penuh dedikasi, namun sering kali gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab yang dipikul. Kondisi ini membuat mereka rentan terhadap tekanan dan mudah terjebak dalam situasi sulit.

Kasus guru honorer di Konawe Selatan ini sebenarnya menyoroti banyak masalah yang lebih dalam dari sekadar tindakan kekerasan. Ada saling tuding antara guru dan orang tua murid, serta perilaku siswa yang juga perlu diperhatikan.

Orang tua murid yang langsung melaporkan kasus ini ke polisi menunjukkan bahwa mereka sangat peduli dengan anak mereka. Ini adalah hal yang wajar.

Namun, kita juga perlu melihat apakah ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini tanpa harus langsung melibatkan hukum. Mungkin dengan dialog yang lebih terbuka antara guru, orang tua, dan pihak sekolah, masalah ini bisa diselesaikan secara lebih baik.

Di sisi lain, perilaku siswa yang semakin kurang sopan dan tidak menghargai guru juga menjadi masalah yang serius. Penggunaan gadget dan pengaruh media sosial membuat anak-anak lebih mudah terpapar informasi yang tidak sesuai dan meniru perilaku yang tidak baik.

Guru pun sering kali merasa kewalahan menghadapi siswa-siswa seperti ini. Ini adalah masalah bersama yang perlu diatasi oleh semua pihak, baik guru, orang tua, maupun sekolah.

Kasus ini juga mengungkap kelemahan sistem pendidikan kita yang gagal memberikan perlindungan yang memadai bagi guru honorer. Status mereka yang tidak tetap membuat mereka rentan terhadap perlakuan tidak adil, baik dari pihak sekolah, murid, maupun orang tua murid.

Selain itu, beban kerja yang berlebihan, kurangnya fasilitas, dan rendahnya apresiasi sering kali membuat guru honorer merasa frustasi dan kehilangan motivasi. Kondisi ini tentu saja dapat berdampak negatif pada kualitas pembelajaran dan hubungan antara guru dan murid.

Peristiwa ini menghadirkan dilema etika dan keadilan. Di satu sisi, kita memang tidak boleh menoleransi segala bentuk kekerasan terhadap anak. Namun, di sisi lain, kita juga perlu mempertimbangkan konteks sosial dan psikologis yang melatarbelakangi tindakan tersebut.

Apakah hukuman yang diberikan kepada guru honorer sudah seimbang dengan kesalahan yang diperbuat? Apakah tidak ada upaya untuk mencari solusi yang lebih konstruktif, misalnya melalui mediasi atau program pembinaan?

Untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih kondusif dan mencegah terulangnya kasus serupa, perlu dilakukan beberapa langkah konkret yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, hingga masyarakat. 

Pemerintah perlu segera merevisi kebijakan terkait status dan kesejahteraan guru honorer. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kepastian status kepegawaian bagi guru honorer yang telah memenuhi syarat tertentu.

Selain itu, peningkatan gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya juga sangat penting untuk meningkatkan motivasi dan kesejahteraan guru honorer.

Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan bagi guru honorer. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program pelatihan berkelanjutan yang relevan dengan perkembangan pendidikan, serta penyediaan akses yang lebih mudah terhadap sumber daya pembelajaran.

Sekolah perlu memiliki sistem pengaduan yang jelas dan mudah diakses oleh semua pihak, termasuk murid, orang tua, dan guru. Sistem pengaduan ini berfungsi untuk menerima laporan terkait berbagai masalah yang terjadi di sekolah, termasuk dugaan kekerasan atau pelanggaran etika.

Masyarakat, terutama orang tua murid, perlu berperan aktif dalam mengawasi dan mendukung proses pembelajaran di sekolah. Orang tua dapat bekerja sama dengan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di rumah.

Singkatnya, kasus ini adalah cerminan dari kompleksitas masalah pendidikan saat ini. Tidak ada pihak yang sepenuhnya benar atau salah. Semua pihak perlu introspeksi diri dan mencari solusi bersama.

Guru perlu lebih sabar dan bijaksana dalam mendidik siswa, orang tua perlu lebih terbuka dan komunikatif dengan guru, dan siswa perlu lebih menghormati guru dan aturan sekolah. Dengan cara ini, kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif bagi semua.

Kasus guru honorer di Konawe Selatan menjadi pengingat bagi kita semua bahwa permasalahan dalam dunia pendidikan tidak dapat diselesaikan secara parsial. Diperlukan upaya bersama untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas, adil, dan melindungi semua pihak yang terlibat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak