Toilet duduk telah menjadi standar di banyak fasilitas umum dan rumah tangga modern. Dirancang untuk memberikan kenyamanan dan kebersihan, ironisnya, beberapa kebiasaan buruk pengguna dapat merusak tujuan awalnya.
Meskipun toilet duduk dirancang untuk digunakan dalam posisi duduk, beberapa individu memiliki kebiasaan menggunakan fasilitas ini dengan cara jongkok. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku ini. Salah satunya adalah kebiasaan budaya. Di beberapa budaya, terutama di mana toilet jongkok tradisional lebih umum digunakan, posisi jongkok dianggap lebih alami dan nyaman untuk buang air besar. Mereka mungkin merasa bahwa posisi ini memungkinkan pengeluaran feses yang lebih lancar dan lengkap karena posisi tubuh yang lebih optimal.
Alasan lain bisa jadi adalah persepsi kebersihan. Beberapa orang mungkin merasa bahwa dengan jongkok di atas toilet duduk, mereka dapat menghindari kontak langsung dengan permukaan dudukan toilet, yang dianggap kurang higienis. Mereka mungkin memiliki kekhawatiran terhadap kuman atau bakteri yang mungkin menempel pada dudukan, terutama di fasilitas umum. Posisi jongkok dianggap sebagai cara untuk meminimalkan kontak tersebut.
Selain itu, kurangnya kesadaran akan desain dan fungsi toilet duduk juga bisa menjadi faktor. Beberapa orang mungkin tidak menyadari bahwa toilet duduk dirancang untuk digunakan dengan posisi duduk. Kebiasaan menggunakan toilet jongkok yang sudah tertanam sejak kecil, terutama jika mereka lebih sering menggunakan toilet jongkok di rumah atau di tempat lain, juga dapat menjadi alasan sulitnya mengubah perilaku ini.
Ketika seseorang memilih untuk jongkok di atas toilet duduk, sering kali mereka tidak sepenuhnya menyadari dampak negatif dari kebiasaan tersebut, terutama yang berkaitan dengan kebersihan alas kaki. Dalam posisi jongkok, alas kaki secara tidak sengaja akan bersentuhan dengan permukaan dudukan toilet atau area di sekitarnya. Jika alas kaki tersebut kotor, misalnya karena baru saja berjalan di area yang berdebu, berlumpur, atau bahkan di lantai toilet yang kurang bersih, maka kotoran dan mikroorganisme dari alas kaki akan berpindah ke permukaan toilet.
Kebiasaan ini juga mencerminkan kurangnya perhatian terhadap kebersihan pribadi dan fasilitas umum. Ketika seseorang tidak membersihkan alas kaki sebelum atau setelah menggunakan toilet dengan cara jongkok, mereka secara tidak langsung berkontribusi pada penyebaran kotoran dan potensi kuman di lingkungan toilet. Hal ini tidak hanya mengurangi kenyamanan pengguna lain, tetapi juga dapat meningkatkan risiko penularan penyakit.
Selain masalah kebersihan, kebiasaan jongkok di atas toilet duduk juga dapat berdampak negatif pada struktur dan keamanan fasilitas itu sendiri. Toilet duduk dirancang dengan mempertimbangkan beban tubuh yang didistribusikan secara merata saat seseorang duduk. Ketika seseorang jongkok, beban tubuh terpusat pada beberapa titik kontak yang lebih kecil, terutama pada pinggiran dudukan. Beban yang tidak sesuai desain ini dapat menyebabkan kerusakan struktural pada dudukan toilet, seperti retak, pecah, atau bahkan terlepas dari engselnya.
Lebih lanjut, posisi jongkok di atas toilet duduk juga meningkatkan risiko kecelakaan. Keseimbangan menjadi lebih sulit dipertahankan dalam posisi ini, terutama jika permukaan toilet licin atau jika pengguna memiliki masalah keseimbangan. Terpeleset dan terjatuh saat jongkok di atas toilet duduk dapat mengakibatkan cedera yang serius, mulai dari memar hingga patah tulang. Hal ini tentu saja menjadi perhatian serius, terutama di fasilitas umum yang digunakan oleh berbagai kalangan usia.
Hal lain berkaitan dengan penggunaan toilet dalam fasilitas umum, selain jongkok di toilet duduk adalah buang air di lantai, meski sudah disediakan tempatnya. Hal seperti ini kadang terjadi karena si pengguna hanya punya satu pilihan ketika hanya ada toilet duduk dan mereka tidak terbiasa dengan itu atau karena mereka merasa tempat itu tidak higienis dan alat kebersihannya kurang. Saya menyebutnya tidak tepat karena akan menyulitkan pengguna selanjutnya.
Pertama, lantai menjadi licin meski sudah disiram. Ini akan menimbulkan kemungkinan buruk seseorang akan terjatuh di toilet karena permukannya licin. Perlu diketahui bahwa kombinasi antara kandungan air, urea yang higroskopis, dan garam dalam urin adalah penyebab utama mengapa tumpahan urin dapat membuat lantai menjadi licin. Urea dan garam menciptakan lapisan lembab yang mengurangi gesekan, sementara air itu sendiri juga berkontribusi pada efek licin, terutama pada permukaan yang halus.
Kedua, timbulnya bau tidak sedap di floor drain. Jika seseorang buang air (baik urin maupun feses) langsung di lantai dan tidak segera dibersihkan, sisa-sisa tersebut akan mengalir ke floor drain. Sisa-sisa organik ini akan membusuk seiring waktu, menghasilkan gas-gas yang berbau tidak sedap, seperti hidrogen sulfida (bau seperti telur busuk), amonia, dan berbagai senyawa organik lainnya.
Pada akhirnya, perubahan perilaku yang berkelanjutan memerlukan pembentukan budaya kebersihan yang bertanggung jawab. Setiap individu perlu menyadari bahwa kebersihan fasilitas umum adalah tanggung jawab bersama. Dengan memahami dampak negatif dari kebiasaan buruk seperti jongkok di toilet duduk, kebiasaan buang air di lantai, dan kurangnya perhatian terhadap kebersihan alas kaki, diharapkan masyarakat akan lebih termotivasi untuk mengubah perilaku mereka demi kenyamanan dan kesehatan bersama. Ini adalah langkah kecil, tetapi penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi semua orang.