Setiap orang pasti pernah merasa tidak cukup baik. Entah karena penampilan, prestasi, atau pandangan orang lain, perasaan insecure sering kali datang tanpa disadari. Kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan lupa untuk menghargai diri sendiri.
Hal yang sama juga pernah dirasakan Najwa Shihab. Sosok yang dikenal cerdas dan percaya diri ini ternyata pernah melalui masa remaja yang penuh keraguan terhadap dirinya sendiri.
Melalui ceritanya, Najwa mengingatkan bahwa rasa insecure adalah hal yang wajar, asalkan kita bisa belajar untuk mengenali dan berdamai dengan perasaan itu.
Najwa Shihab dan Masa Remaja yang Penuh Insecure

Najwa Shihab juga pernah merasakan insecure. Melalui podcast yang diunggah di kanal YouTube Rahasia Gadis pada Jumat (21/6/2024), Najwa menceritakan bahwa dulu, saat masih remaja, ia sering merasa tidak percaya diri dengan penampilannya.
Najwa mengungkapkan bahwa di masa remajanya, ia merupakan orang yang sangat insecure. Setelah mengikuti program pertukaran pelajar ke luar negeri, barulah ia menyadari bahwa pengalaman tersebut sangat mengubah cara pandangnya terhadap hidup dan dirinya sendiri.
Salah satu hal yang membuat Najwa merasa insecure adalah rambut keritingnya. Ia mengaku sering membandingkan diri dengan kakaknya yang memiliki rambut lurus dan halus.
“Aku keluar dari salon selalu nangis, karena Kak Ela rambutnya lurus bagus, sementara aku keluar sama persis potongannya. Tapi karena keriting, poni aku jadi naik dong,” ujarnya.
Selain itu, Najwa juga bercerita bahwa sejak kelas empat SD, ia sudah mengenakan kacamata. Hal itu membuatnya semakin tidak percaya diri dengan penampilan.
Namun, ia kemudian menyadari bahwa rasa insecure terhadap penampilan sebenarnya dimiliki hampir semua orang, terutama perempuan.
Belajar Mengenali dan Menerima Diri Sendiri
Najwa mengingatkan bahwa terkadang kita lupa menanyakan pada diri sendiri, apa sih sebenarnya yang kita suka dari diri kita? Menurutnya, remaja sering kali lebih mudah memaafkan kekurangan orang lain daripada menerima kekurangannya sendiri.
Kita mudah memuji teman, menghibur mereka saat sedih, bahkan memberi maaf ketika mereka berbuat salah. Namun, pada diri sendiri, kita bisa sangat keras dan tidak mentolerir kesalahan sekecil apa pun.
Najwa mengatakan, hal ini bisa menjadi siklus yang membuat kita tidak menyukai diri sendiri dan merasa menjadi korban.
“Kita jadi nggak pernah menjadi pemeran utama dalam hidup kita sendiri,” ujar Najwa.
Karena itu, ia menekankan pentingnya kemampuan untuk reflektif mengenali diri, memahami batas, dan belajar menghargai proses diri sendiri. Najwa juga menyinggung bagaimana media sosial membuat hidup kita serba berfilter.
“Pasti udah mukanya dibuat tirus, matanya dibuat agak gede, kulitnya dibuat halus,” katanya.
Ia mempertanyakan, kapan terakhir kali kita benar-benar bercermin dan melihat diri sendiri apa adanya? Kapan terakhir kali kita berkata, aku baik-baik saja dengan diriku sendiri.
Rasa insecure memang tidak bisa dihindari, tetapi bisa dikendalikan. Najwa mengingatkan bahwa memperbaiki diri tentu perlu, tetapi harus tahu batasnya.
Media sosial sering membuat kita lupa akan batas itu. Saat mengunggah sesuatu, pasti ada saja yang tidak suka. Karena itu, Najwa menekankan pentingnya memilah mana komentar yang layak didengar dan mana yang sebaiknya diabaikan.
Melalui ceritanya, Najwa Shihab mengingatkan bahwa rasa insecure bukan kekurangan, melainkan bagian dari proses mengenal diri.
Belajar menerima diri sendiri bukan berarti berhenti berkembang, tetapi memahami bahwa setiap orang punya perjalanan dan batasnya masing-masing.
Kita tidak harus sempurna untuk merasa cukup. Karena pada akhirnya, keberanian untuk menjadi diri sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihannya adalah bentuk kepercayaan diri yang sesungguhnya.