Refleksi Hari Guru Nasional, Fakta dan Harapan Para Pendidik Bangsa

Hayuning Ratri Hapsari | Angelia Cipta RN
Refleksi Hari Guru Nasional, Fakta dan Harapan Para Pendidik Bangsa
Ilustrasi guru (Pexels/Photo by Max Fischer)

Setiap tahun, kita merayakan Hari Guru Nasional dengan ucapan manis, karangan bunga, dan unggahan penuh nostalgia. Tetapi setelah itu, apa yang benar-benar berubah? Tidak banyak.

Kita hidup di negara yang bangga berkata “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa,” tapi masih menempatkan mereka dalam perjuangan yang seharusnya tidak perlu mereka pikul sendirian.

Kolom ini bukan sekadar ucapan terima kasih ini adalah pengingat keras tentang kenyataan yang sering kita abaikan, sekaligus ajakan untuk membuka mata, kita mencintai guru hanya saat Hari Guru, tapi lupa memperjuangkan mereka di hari-hari lainnya.

Guru bukan hanya mengajar angka dan kata. Mereka menampung tangis anak-anak yang takut karena orang tuanya bertengkar, mereka menjadi tempat aman bagi siswa yang merasa tidak pernah cukup, mereka memeluk anak-anak yang lapar akan perhatian dan kekurangan kasih sayang.

Guru melihat sisi yang bahkan orang tua kadang tak sempat melihat. Namun ironisnya, mereka bekerja dalam sistem yang sering kali tidak mendukung perjuangan itu. Di balik senyum seorang guru, ada kelelahan, ada tekanan, ada mimpi yang tertunda karena terlalu banyak mengurus mimpi orang lain.

Fakta Guru yang Jarang Diketahui

Inilah fakta yang jarang kita akui sekolah berdiri bukan karena gedung, kurikulum, atau teknologi canggih, tetapi karena keberadaan guru. Tanpa guru, semua sistem pendidikan hanyalah kertas kosongnamun mereka justru sering menjadi pihak terakhir yang diperhatikan.

Gaji yang tidak sebanding, beban administrasi yang menumpuk, tuntutan orang tua yang semakin tinggi, dan ekspektasi sosial yang selalu meminta mereka untuk tetap ikhlas tanpa pamrih. Padahal guru juga manusia. Mereka berhak dihargai bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kebijakan dan perlakuan yang adil.

Jika kita melihat lebih dekat, pendidikan kita sebenarnya ditopang oleh keteguhan hati guru-guru yang masih memilih bertahan. Ada guru yang mengajar di sekolah yang bahkan tidak memiliki listrik stabil.

Ada guru yang mengeluarkan uang pribadinya untuk membeli kapur, spidol, atau paket data agar muridnya bisa belajar dengan nyaman.

Ada guru yang tetap datang ke kelas meski sedang menghadapi masalah di rumah. Mereka bukan sekadar pekerja mereka adalah penopang masa depan bangsa meski negara ini belum sepenuhnya menempatkan mereka pada posisi itu.

Namun, kita juga perlu jujur penghargaan terhadap guru bukan hanya tanggung jawab negara. Kita sebagai masyarakat juga sering menempatkan standar ganda. Kita ingin guru sabar, tapi kita sendiri tidak sabar. Kita ingin guru peduli, tapi kita jarang peduli dengan kesejahteraan mereka.

Kita ingin guru profesional, tapi kita tidak memberi ruang dan dukungan yang cukup agar mereka berkembang. Kita ingin guru sempurna, sementara kita lupa bahwa mereka manusia biasa dengan luka, masalah, dan batas yang sama seperti kita.

Hari Guru seharusnya menjadi cermin untuk bertanya Sudahkah kita memperlakukan guru dengan layak?

Di balik semua keheningan itu, ada satu hal yang tidak pernah padam yakni dedikasi. Guru tetap datang, tetap mengajar, tetap tersenyum, tetap membimbing, meski sistem terkadang tidak memihak mereka.

Di sinilah letak keajaiban sekaligus tragedi terbesar dalam dunia pendidikan kita guru-guru besar lahir bukan dari kemewahan fasilitas, tetapi dari kekuatan hati yang seakan tidak ada habisnya. Mereka yang tetap bertahan bukan karena kondisi yang baik, tapi karena keyakinan bahwa pendidikan bisa mengubah hidup seseorang.

Makna Perayaan Hari Guru Nasional

Hari Guru harusnya bukan hanya perayaan, tetapi seruan perbaikan. Kita perlu berhenti menjadikan guru “pahlawan tanpa tanda jasa” sebagai alasan untuk tidak memberi mereka jasa yang layak.

Kita perlu berhenti hanya mengucapkan terima kasih, tanpa mengupayakan perubahan nyata. Kita perlu berhenti melihat profesi guru sebagai pekerjaan “biasa-biasa saja,” karena tak ada bangsa yang maju tanpa guru yang dimuliakan.

Di tengah segala tantangan itu, harapan tetap hidup. Setiap anak yang mulai membaca dengan percaya diri, setiap siswa yang berani bermimpi lebih besar, setiap remaja yang akhirnya percaya bahwa dirinya berhargasemua itu adalah bukti bahwa keberadaan guru tidak pernah sia-sia.

Namun harapan itu juga harus datang dari kita seperti dari dukungan, perhatian, suara, dan tindakan nyata yang berpihak pada mereka.

Maka pada Hari Guru ini, bukan hanya ucapan selamat yang perlu kita berikan. Tetapi janji. Janji bahwa kita tidak akan lagi membiarkan mereka berjuang sendirian.

Janji bahwa kita akan memperjuangkan mereka sebagaimana mereka memperjuangkan anak-anak bangsa. Dan yang terpenting adalah janji bahwa kita tidak akan sekali pun meremehkan kekuatan seorang guru karena masa depan seluruh generasi berada di tangan mereka.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak