Water Borne Diseases di Manokwari Akibat Sanitasi Air yang Buruk

Fabiola Febrinastri | Fabiola Febrinastri
Water Borne Diseases di Manokwari Akibat Sanitasi Air yang Buruk
Ilustrasi sakit perut. (Shutterstock)

Air merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan, karena manfaatnya yang begitu banyak menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia sendiri memanfaatkan air untuk kebutuhan seharai-hari, seperti air minum, memasak, mencuci, mandi dan masih banyak lagi.

Air yang selalu dimanfaatkan, sangat rentan terpapar atau terkontaminasi zat berbahaya yang berasal dari limbah aktivitas manusia. Lingkungan hidup yang tercemar limbah akan masuk ke dalam badan air, kemudian akan diserap ke dalam tanah, yang tentunya akan mengkontaminasi air bersih yang digunakan masyarakat untuk dikonsumsi, seperti sumur gali, sumur bor, mata air dan masih banyak lagi.

Selain kontaminasi air oleh zat berbahaya, pencemaran lingkungan dapat menjadi habitat yang optimal bagi pertumbuhan mikroba patogen.

Ketika mikroba patogen telah masuk ke badan air, maka akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia (sakit). Peristiwa seperti ini disebut dengan water borne diseases.

Water borne disease merupakan penyakit yang ditularkan melalui air, karena adanya kontak langsung antara manusia dengan mikroba atau zat berbahaya melalui sanitasi air yang buruk.

Lingkungan yang telah tercemar, tentunya dapat menjadi faktor risiko terjadinya water borne disease. Kepadatan penduduk yang terus meningkat, disertai pola hidup yang buruk di kota Manokwari, Papua, misalnya, membuat masyarakat harus hidup dengan kondisi lingkungan yang buruk.

Limbah yang dihasilkan oleh masyarakat, baik padat maupun cair masih sering dibuang ke lingkungan, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.

Hal ini tidak terlepas pada minimnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup. Salah satu lokasi yang terkena dampak paling besar adalah sungai-sungai di sepanjang kota, dimana terlihat penumpukan sampah yang sangat menggangu pemandangan.

Penumpukan sampah tidak hanya terjadi di sungai saja, namun di daerah pesisir pantai, yang tentunya akan berdampak bagi kualitas air, baik air laut maupun air tawar yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

Pencemaran lingkungan oleh limbah masyarakat (sampah) di Kabupaten Manokwari membuat kualitas air menjadi turun, dimana air yang digunakan masyarakat tentunya telah terpapar zat berbahaya maupun mikroba dari limbah tersebut, seperti mata air yang terdapat di tengah kota, sumur galian, sumur bor dan masih banyak lagi.

Apalagi sebagian besar masyarakat manokwari masih bergantung pada air yang berasal dari sumur galian. Hal ini diperkeruh dengan minimnya akses air bersih yang disediakan oleh pemerintah setempat.

Proyek jaringan instalasi pipa air yang dilakuan oleh pemerintah Manokwari, sampai sekarang belum 100 persen terlaksana, padahal pipa utama dan bak penampung untuk proyek ini sudah cukup lama selesai dikerjakan.

Menurut data Kabupaten Manokwari tentang presentase konsumsi air minum,  penggunaan air dari sumur gali terlindungi sebesar 46,5 persen dari persentase total responden (100 persen), kemudian dari sumur gali tidak terlindungi sebesar 9,8 persen, sumur pompa tangan 6,5 persen, air ledeng PDAM 6,5 persen, air isi ulang 15,5 persen, dan bahkan sebagian kecil masyarakat Manokwari masih menggunakan air hujan untuk kebutuhan hidup, yaitu sebesar 3,8 persen.

Presentase penggunaan air tersebut dapat menjelaskan bahwa masyarakat Kabupaten Manokwari berisiko terkena penyakit melalui air. Ada beberapa peristiwa water borne diseases yang telah terjadi di Manokwari pada 2017 -  2019, karena sanitasi air yang buruk adalah sebagai berikut :

Penyakit Kusta
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf dan anggota gerak dan mata.

Diagnosa kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi seperti kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa, penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot dan adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit.

Sepanjang 2017, penderita Kusta PB+MB terbanyak terdapat di Kabupaten Manokwari, dengan total 270 kasus. Kabupaten Manokwari menjadi kota dengan penderita kusta tertinggi di Provinsi Papua Barat, diikuti dengan Kota Fakfak yang terdapat 50 kasus penderita kusta.

Penyakit Diare
Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsi stensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila jumlah feses lebih besar dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Menurut hasil Riskesdas 2013, diare lebih banyak menyerang balita yang tinggal di pedesaan, sedangkan berdasarkan jenis kelamin lebih banyak menyerang anak laki-laki. Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota perkiraan kasus Diare Provinsi Papua Barat 2017, kasusnya mencapai 19.589 kasus, yang ditangani sebanyak 1.414 kasus atau 7,2 persen, sementara untuk Kabupaten Manokwari, kasus diare yang terjadi sepanjang 2017 adalah 3700 kasus, namun yang telah tertangani oleh pihak kesehatan <1000 kasus.

Penyakit Diferti
Pada September 2018, seorang anak di Kabupaten Manokwari meninggal dunia karena terserang penyakit diferti. Diferti adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diptheriae, dimana dapat menyerang saluran napas,kulit, mata, dan organ lain.

Difteri menyebabkan tumbuhnya selaput dalam tenggorokan, dapat menyebabkan sukar menelan, bernapas dan bahlan dapat menyebabkan sesak napas. Bakteri Corynebacterium diptheriae menghasilkan racun yang dapat menjalar keseluruh tubuh dan menyebabkan komplikasi serius seperti kelumpuhan dan gagal jantung.

Penyakit Frambusia
Pada 2018, penyakit frambusia banyak menyerang masyarakat papua, khususnya di Kabupaten Manokwari. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak usia < 15 tahun, karena anak-anak lebih sering melakukan kontak langsung ke tempat yang kotor ketika sedang bermain.

Penyakit frambusia adalah infeksi tropis yang menyerang luka pada kulit, kemudian masuk menyerang tulang dan sendi, yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Jika telah terinfeksi, daerah tersebut akan mengalami pembengkakan keras dan bundar pada kulit. Penyakit ini disebabkan karena sanitasi air, lingkungan dan pola hidup yang buruk.

Dari beberapa penyakit yang telah terjadi di Kabupaten Manokwari, pemerintah perlu melakukan strategi pengendalian berupa pencegahan maupun pengobatan, agar kasus tentang penyakit yang ditularkan melalui sanitasi air buruk tidak meningkat. Beberapa strategi yang disarankan adalah sbagai berikut :

1. Penyuluhan rutin ke masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup dan pola hidup sehat;

2. Akses kesehatan perlu diberikan oleh pemerintah untuk menanggulangi penyakit (pengobatan) yang terjadi di masyarakat serta melakukan pengendalian kesehatan;

3. Membuat program pembersihan ke tempat-tempat yang tercemar. Hal ini perlu dilakukan karena alam yang tercemar berat akan sulit untuk melakukan self purification;

4. Akses air bersih harus diselesaikan 100 persen, agar semua masyarakat dapat menikmati apa yang seharusnya menjadi milik mereka serta dapat meningkatkan kesehatan masyarakat;

5. Membangun sistem pengolahan limbah domestik agar sampah tidak dibuang ke alam namun di olah kembali sehingga ramah lingkungan.

Pengirim : Jean Jeck Queen Dozy Busira, Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana
 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak