4 Alasan Tidak Boleh Asal Ikut Menghujat di Media Sosial, Ada Jejak Digital

Ayu Nabila | šŸ€e. kusuma. nšŸ€
4 Alasan Tidak Boleh Asal Ikut Menghujat di Media Sosial, Ada Jejak Digital
ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Nordwood Themes)

Perkembangan berita online memang sangat luar biasa masif, baik dari sisi kecepatan penyebaran informasi maupun respon dari warganet. Bukan hanya lewat situs berita resmi, seringkali perbincangan pun melebar ke media sosial hingga menimbulkan berbagai komentar

Efeknya, komentar yang ada juga bisa mengarah pada perselisihan di dunia maya hingga membuat orang malah saling menghujat satu sama lain. Namun, seharusnya hasrat untuk menghujat bisa cepat diredam, setidaknya dimulai dari diri sendiri. 

BACA JUGA: 7 Kuliner Populer di Pasar Gede Solo, Hidden Gems dengan Cita Rasa Legendaris

Berikut ini empat alasan kenapa kita tidak boleh ikut-ikutan menghujat orang lain di media sosial. Ingat, tulisanmu adalah harimaumu.

1. Jejak digital tetap terekam meski sudah diedit atau dihapus

ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Thom Holmes)
ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Thom Holmes)

Sadar atau tidak, kita memiliki rekam jejak di media sosial yang hampir mustahil dihilangkan. Meski unggahan dapat disunting atau bahkan dihapus, tapi bisa saja orang lain sudah merekamnya lebih dulu sebagai bukti. 

Bahkan percakapan dalam kolom komentar pun bisa disimpan dan dibagikan pada pihak lain. Hal-hal semacam inilah yang bisa menimbulkan masalah baru di kemudian hari hingga perlu diantisipasi sejak awal.

2. Hanya akan membuat permasalahan semakin melebar

ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/camilo jimenez)
ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/camilo jimenez)

Pada dasarnya menghujat sama saja bentuk penghinaan pada orang lain. Apalagi jika dilakukan di media sosial yang notabene lawan debatnya tidak saling kenal. Meski niatnya sekadar beropini, tapi perselisihan bisa memicu masalah makin melebar.

BACA JUGA: Belajar Dari Indra Bekti Tak Bisa Klaim Karena Baru 6 Bulan, Ini Pentingnya Punya Asuransi Kesehatan Sejak Muda

Bukan hanya tentang tema utama yang diperdebatkan, tapi bisa juga merembet pada urusan personal dari penulis komentar. Awalnya adu pendapat, lama-lama malah jadi ajang mencari musuh baru yang sebenarnya hanya membuang waktu dan energi.

3. Bukan kapasitas kita untuk menghakimi orang lain

ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Nordwood Themes)
ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Nordwood Themes)

Seringkali komentar yang ada malah semakin memojokkan salah satu pihak. Padahal tidak selamanya orang selalu salah, pun sebaliknya. Bahkan meski benar sudah berbuat salah, bukan kapasitas kita untuk berkomentar apalagi menghakimi.

Biarkan saja orang yang berwenang menyelesaikan masalah mereka dan tahan jarimu baik-baik agar tidak berkomentar yang cenderung memihak. Bahkan saat logikamu menilai benar salah, tahan pikiran itu untuk dirimu sendiri.

4. Ada etika bermedia sosial yang tetap harus dijaga

ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Becca Tapert)
ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Becca Tapert)

Sebenarnya, media sosial juga punya aturan yang harus dijaga oleh para penggunanya. Orang boleh mengunggah apa pun, menyampaikan opini tertentu di akun media sosial pribadinya, dan terus bertahan pada keyakinannya tersebut. Namun, saat jadi "tamu", jangan pernah paksakan pemikiranmu.

Perilaku tersebut hanya akan membuatmu tampak arogan dan egois. Bukankah hidup berdampingan dan saling menghargai juga wajib diwujudkan di media sosial? Pahami aturannya dan jadilah tuan rumah serta tamu yang paham attitude saat bermedia sosial.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak