Pertemanan memiliki peran yang penting dalam kehidupan sosial setiap mahasiswa, namun seringkali, ketergantungan pada lingkaran pertemanan dapat menjadi kendala yang tidak terduga. Seiring berjalannya waktu, terkadang kita tanpa sadar menemukan diri kita tenggelam dalam kehidupan sehari-hari yang begitu terfokus pada circle pertemanan, sehingga melupakan pentingnya pengembangan diri dan pencapaian tujuan akademis.
Melalui artikel ini, kita akan membahas mengapa hidup bergantung pada circle pertemanan bisa menjadi tantangan, serta bagaimana kita dapat menjaga keseimbangan yang sehat antara kehidupan sosial dan pencapaian pribadi.
1. Meskipun sefrekuensi, tidak selalu mereka bisa jadi support system
Meskipun kita sering berinteraksi dengan teman-teman sefrekuensi, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua hubungan tersebut memiliki kedalaman dan kualitas yang cukup untuk menjadi dukungan sistematis. Terlalu terpaku pada frekuensi interaksi mungkin membuat kita kehilangan substansi dalam hubungan, sehingga ketika tantangan datang, kita merasa terisolasi meskipun dikelilingi oleh banyak orang.
Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan hubungan yang melampaui sekadar kebersamaan fisik atau kegiatan bersama. Kreativitas diperlukan dalam membangun ikatan yang kuat dan bermakna, seperti mengadakan diskusi mendalam, mendukung impian satu sama lain, dan saling menggali potensi yang ada. Hanya dengan demikian, pertemanan dapat berkembang menjadi support system yang solid, memberikan dukungan tidak hanya di saat senang, tetapi juga dalam menghadapi tantangan hidup yang kompleks.
2. Bahkan, ada circle pertemanan yang bisa menghambat perkembangan dirimu
Kamu juga harus hati-hati karena circle pertemanan bisa juga menghambat perkembangan dirimu pada suatu waktu. Sedikit cerita pengalaman saya selama di perkuliahan, teman saya di himpunan jurusan ada yang membawa circlenya sendiri ke dalam organisasi yang mana itu adalah himpunan jurusan. Baru sekitar 2 minggu yang lalu, salah satu dari mereka merasa tertekan dengan masalah di internal divisinya ditambah orangtua yang tidak mendukung. Itu membuatnya ingin keluar dari organisasi karena merasa tidak sanggup.
Melihat kondisinya itu, teman satu circlenya malah ikut-ikutan ingin keluar hanya karena melihat dia. Apakah masuk organisasi hanya karena circle? itu adalah alasan yang konyol untuk didengar. Harusnya, keputusan untuk terjun ke dalam sebuah langkah atau lembaran baru seperti organisasi di kampus harusnya berasal dari kemauan diri sendiri untuk berkembang. Jadi, bukan karena diajak dan dipengaruhi oleh circle.
3. Ubah pola pikir dan hidup sebagai mahasiswa yang mandiri
Sekadar sharing, sekarang saya menjalani kehidupan sebagai mahasiswa semester 5 dengan membawa prinsip mandiri secara pikiran. Tidak bisa meletakkan standar kualitas diri sendiri pada sebagian teman karena kita tidak akan pernah bisa menebak pikiran mereka seperti apa ke depannya. Jadi, ada saatnya berjalan bersama teman-teman yang relasinya telah saya bentuk dan saya jaga sejak masih jadi mahasiswa baru hingga sekarang.
Ada juga saatnya saya berjalan sendiri tanpa kehadiran mereka. Saya tahu kapan harus berinteraksi, berkolaborasi serta bekerja sama dengan mereka dan saya juga tahu kapan harus mengelola masalah sendiri. Dengan menjalin relasi pertemanan dari berbagai fakultas, tidak setiap saat saya bergantung proses pengembangan diri saya ke mereka meski mereka hebat atau cerdas.
Jadi, bagi kamu yang masih menjadi mahasiswa, lebih baik pahami hal yang telah saya jelaskan di atas dan terapkan ke dalam hidupmu mulai sekarang. Semoga bermanfaat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.