Journaling untuk Kesehatan Mental: Rahasia Ketenangan yang Terabaikan

Sekar Anindyah Lamase | Sherly Azizah
Journaling untuk Kesehatan Mental: Rahasia Ketenangan yang Terabaikan
Ilustrasi menulis sambil mendengarkan musik [pexels/Pavel Danilyuk]

Apa yang Anda lakukan saat pikiran terasa berat dan emosi sulit terkontrol? Banyak orang mungkin memilih untuk mengobrol dengan teman, berolahraga, atau sekadar mencari hiburan.

Namun, ada satu cara sederhana yang sering kali dilupakan yaitu journaling. Aktivitas yang tampak seperti "menulis buku harian" ini ternyata punya manfaat besar untuk kesehatan mental. Tidak percaya? Mari kita bahas lebih jauh.

Dalam dunia psikologi, journaling dikenal sebagai salah satu bentuk terapi ekspresif. Menurut penelitian dari Journal of Writing Research (Pennebaker, 2018), menuliskan emosi dan pengalaman pribadi dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan suasana hati, bahkan memperbaiki kesehatan fisik.

Dengan menulis, Anda memberikan ruang bagi otak untuk memproses apa yang sedang Anda rasakan. Seperti ventilasi udara di ruangan panas, journaling membantu melepaskan emosi negatif yang sering kali menumpuk tanpa disadari.

Tidak hanya untuk meluapkan perasaan, journaling juga bisa menjadi alat untuk memahami diri sendiri. Ketika menulis, Anda cenderung merenungkan peristiwa, pola pikir, dan emosi yang mungkin sulit Anda pahami sebelumnya.

Dalam buku The Artist's Way karya Julia Cameron (1992), penulis merekomendasikan teknik "morning pages," yaitu menulis tiga halaman bebas setiap pagi untuk membersihkan pikiran. Teknik ini membantu seseorang melihat pola dalam kehidupannya yang mungkin sebelumnya tak disadari.

Lalu, bagaimana journaling dapat membantu kesehatan mental secara langsung? Salah satunya adalah dengan mengurangi kecemasan. Dengan menuangkan kekhawatiran ke atas kertas, Anda menciptakan jarak emosional antara diri Anda dan masalah yang dihadapi.

Sebuah studi dari Psychological Science (Smyth, 1998) menemukan bahwa journaling dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan daya tahan tubuh. Jadi, manfaatnya tidak hanya mental, tetapi juga fisik.

Menariknya, journaling juga efektif dalam membantu orang yang mengalami trauma. Pennebaker, dalam penelitiannya, menemukan bahwa menulis tentang pengalaman traumatis dapat mempercepat proses pemulihan.

Hal ini terjadi karena menulis membantu otak mengorganisasi ulang kenangan yang membingungkan dan memberikan arti pada pengalaman tersebut. Seiring waktu, trauma yang terasa mengganjal di pikiran menjadi lebih mudah diterima dan dikelola.

Namun, bagaimana cara memulai journaling? Tidak perlu rumit. Anda bisa memulai dengan menulis tiga hal yang Anda syukuri setiap hari, atau sekadar menuliskan apa yang Anda rasakan saat ini. Tidak ada aturan baku, karena journaling adalah tentang ekspresi diri.

Anda juga bisa mencoba teknik "prompt journaling," di mana Anda menjawab pertanyaan seperti, "Apa yang membuat saya bahagia hari ini?" atau "Apa tantangan terbesar saya saat ini, dan bagaimana saya menghadapinya?"

Di era digital seperti sekarang, banyak orang mungkin lebih memilih mengetik di ponsel atau laptop. Namun, para ahli menyarankan menggunakan pena dan kertas karena kegiatan ini melibatkan lebih banyak fungsi otak, sehingga efeknya lebih mendalam. Dalam buku Journaling for Mindfulness (Ruth Williams, 2017), disebutkan bahwa proses menulis tangan membantu menciptakan momen mindfulness dan fokus.

Journaling bukan sekadar menulis harian, tapi juga cara untuk mengenali emosi, menyelesaikan konflik batin, dan menjaga kesehatan mental.

Jadi, apakah Anda siap untuk mulai menulis? Jangan ragu untuk mengambil pena dan mulai menciptakan ruang bagi diri Anda sendiri. Karena, pada akhirnya, tulisan Anda bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang perjalanan menemukan kedamaian batin.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak