Al-Ajurri adalah seorang imam ahli hadis, ahli fiqih dan juga hafidzul Qur’an yang hidup pada abad ke-4 Hijriyah. Nama lengkapnya adalah al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Husain bin Abdillah al-Bagddi al-Ajurri sedangkan kuniyahnya adalah Abu Bakar. Beliau lahir dari sebuah desa di bagian barat kota Bagdad yang bernama Derbal Ajur pada tahun 877 M.
Beliau lahir dan menimba ilmu disana selama 330 tahun kemudian pindah ke Mekkah. Sejarawan telah sepakat Imam al-Ajurri wafat pada tahun 360 H di Mekkah atau lebih tepatnya tanggal 7 November 970 M.
Sebagian para ulama mengatakan bahwa ketika beliau masuk ke kota Mekkah yang beliau kagumi, beliau berdo’a : “Ya Allah, berilah rezki kepadaku dengan tinggal di sana selama setahun.” Lalu beliau mendengar bisikan : “Bahkan 30 tahun !” Akhirnya beliau tinggal selama 30 tahun dan wafat di sana tahun 320 H. demikian keterangan Ibnu Khalqan.
Al Khtib berkata : “Aku membaca cerita itu di lantai kubur beliau di Mekkah.” Ibnu al-Jauzi berkata bahwa Abu Suhail Mahmud bin Umar al-Akbri berkata bahwa ketika Abu Bakar sampai di Mekkah dia merasa kagum dengannya dan berdo’a : “Ya Allah, hidupkan aku di negeri ini walau hanya setahun.” Tiba-tiba ia mendengar bisikan : “Hai Abu Bakar, kenapa hanya setahun ? Tiga puluh tahun !” Ketika menginjak tahun ketiga puluh, beliau mendengar bisikan lagi : “Wahai Abu Bakar, sudah kami tunaikan janji itu.” Kemudian wafatlah beliau di tahun itu.
Guru-guru Imam al-Ajurri ialah dari segolongan ulama yang sangat terkenal, di antaranya;
- Ab Muslim al-Kajji
- Ahmad bin Umar bin Msa bin Zanjuwiyah Abu Abbs al-Qan
- Qsim bin Zakariy al-Matrazi al-Bagddi
- Ab Bakar bin Abi Dud Abdillah bin Sulaimn bin al-Asy’a as Sijistni
- Ja’far bin Muhammad bin al-Hasan Abu Bakar al-Firyni
- Ahmad bin Yahy al-Hulwani, dll
Sedangkan murid-murid Imam al-Ajurri, di antaranya :
- Ab Nu’aim Ahmad bin Abdullah al-Hfi al-Abahni
- Ab Qsim Abdil Mlik bin Muhammad bin Abdillah bin Bisyrn al-Bagddi
- Muhammad bin Husain bin Mufaal al-Qan
- Ab Hasan al-Hammmi
- Abdurrahmn bin Umar bin Nuhs,dll
Madzhab Imam al-Ajurri masih terdapat perbedaan di antara kalangan ulama’. Ada yang mengatakan bermadzhab Syafi’i, ada yang mengatakan bermadzhab Hanbali dan ada pula yang menyebutkan Imam al-Ajurri bermadzhab Hanbali namun pemikirannya bermadzhab Syafi’i.
Menurut buku yang dikaji oleh penulis dalam risalah ini, yaitu Akhlaqu Ahlil Qur’an, ulama’ yang berpendapat bahwa Imam al-Ajurri bermadzhab Syafi’i di antaranya Ibnu Khulkan dalam kitabnya Wfiyati al-A’yn, Syiabu ad-Din Yqt al-Hamwi dalam kitabnya Mu’jam Buldn dan Ibnu Ndim dalam kitabnya Fahrist. Ulama’ yang menegaskan bahwa Imam al-Ajurri bermadzhab Hanbali di antaranya an-Nblis dalam kitabnya Mukhtaar abaqt al-Hanbilah, Taqiyu ad-Din Muhammad bin Ahmad al-Fssi dalam kitabnya al-Aqdu a-amin min Trikhi al-Baladi al-mn.
Menurut Muhammad Sa’id Umar Idris dalam kitabnya Tarmu an-Narad wa asy-Syatranji wa al-Malh bahwasanya Imam al-Ajurri seorang mujtahid yang tidak terikat oleh madzhab tertentu. Imam al-Ajurri selalu mengutip dalil-dalil yang ahih dalam memecahkan permasalahan. Beranggapan dari sana banyak kalangan ulama’ yang berbeda pendapat terhadap madzhab Imam al-Ajurri.
Karya-karya beliau juga tidak kalah hebat. Berbagai macam keilmuan, beliau untuk tekuni sebagai bentuk kontribusi kepada kemajuan peradaban Islam, di antaranya:
- Al-Arba’n f al-Had
- Akhlqu Hamlati Al Quran
- Akhlqu al-Ulama’
- Asy-Syarah
- Adbu an-Nufs, dll
Ahli hadis dan ahli sejarah telah sepakat atas keiqahan Imam al-Ajurri. Tidak ada seorangpun yang melihat Imam al-Ajurri meninggalkan pesan-pesan dari guru-gurunya. Adapun ulama-ulama yang memberi komentar tentang perangai Imam al-Ajurri, di antaranya :
- Ibnu Nadim : “Dia faqh, lih, dan ahli ibadah.”
- Al Khatib berkata : “Dia iqah, adq (sangat jujur), taat beragama, dan memiliki banyak karya.”
- Ibnu al-Jauzi dalam kitab As-awatus afwah mengatakan : “Dia iqah, taat beragama, alim, dan banyak menulis karya.”
- ahbi dalam Siyar ’lamn Nubala’ berkata : “Dia seorang imam, muhadi, panutan, Syaikh di al-Harm, adq, ‘abd, hibus sunan, dan ahli ittib’
- Suyuthi mengatakan : “Dia ‘lim dan mengamalkan ilmu ahli sunnah.”
Dari ucapan para ulama di atas diketahui bahwa beliau termasuk ulama yang beramal dengan ilmunya, seorang faqh yang ahli hadi, serta penjaga Kitabullah. Para ulama tersebut juga sepakat bahwa beliau termasuk orang yang iqat dan berpegang teguh dengan sunnah. Beliau juga seorang pengarang yang meninggalkan pengaruh yang jelas dalam perbendaharaan Islam.
Dalam salah satu karya beliau yakni kitab Akhlaqu Ahlil Qur’an, di sana tertuliskan bahwa Imam al-Ajurri memberi penekanan kepada orang-orang yang telah diajarkan Al Quran dimana Allah telah memberi kelebihan dibanding orang lain yang belum mengetahui Al Quran. Oleh karenanya, hendaklah setiap muslim menjadikan Al Quran sebagai penentram hati, memperbaiki bagian yang rusak dari hatinya, mempratikkan akhlak Al Quran dan berbudi pekerti yang luhur. Sebagaimana akhlak Rasulullah saw yang dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah ra :
Akhlak beliau adalah Al Quran.
Aisyah ra menyifati Rasulullah saw dengan satu sifat yang mewakili seluruh sifat yang ada. Akhlak Rasulullah saw adalah Al Quran, kitab suci-Nya yang diberkahi dan tidak ada kebatilan di dalamnya. Al Quran merangkum dengan baik seluruh dimensi akhlak mulia dan merangkai semuanya menjadi bangunan yang sempurna.
Menurut Imam al-Ajurri, hal pertama yang harus direalisasikan oleh pembaca Al Quran adalah bertakwa kepada Allah swt dalam kesendirian maupun keramaian. Artinya di sini adalah seorang pembaca Al Quran senantiasa selalu menghadirkan Allah dalam setiap apa yang dilakukannya dengan menerapkan sikap wara’ (berhati-hati) dalam hal makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal. Pembaca Al Quran seyogyanya senantiasa mengingat bahwa itu semua adalah pemberian dari Allah swt yang sifatnya hanya sementara saja.
Selain itu peka terhadap keadaan zaman menurunnya dekadensi akhlak manusia. Di zaman sekarang ini, meskipun Islam sudah tersebar ke seluruh pelosok dunia dan akidah Islam sudah lama bersemayam di dalam hati kaum muslimin, ternyata problematika kemerosotan akhlak masih sering terjadi. Bahkan belakangan ini fenomenanya sampai kepada memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan umat. Krisis politik, ekonomi, hukum dan krisis-krisis lainnya yang tidak lain disebabkan oleh krisis akhlak.
Dalam muammalah terhadap sesama manusia, Imam al-Ajurri menghendaki agar setiap muslim menjaga tali kerukunan dan kedamaian dengan berbagai macam cara.
Al Quran, as-Sunnah dan ilmu fikih merupakan petunjuk kepada akhlak yang baik terhadap orang lain. Contoh kecil yang kadang kala dilalaikan adalah seperti menjaga lisan, menjalin silaturrahmi, menahan marah dan menjaga perilaku sopan santun terlebih kepada kedua orang tua dan orang-orang yang lebih tua di sekitarnya.
Dalam mengkaji Al Quran, seorang muslim akan mengobarkan semangatnya agar dapat mencapai pemahaman. Semangatnya adalah memahami apa yang diwajibkan Allah swt dengan mengikuti apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Sehingga dalam memahami setiap apa yang telah menjadi ketentuan Allah swt, dapat dihadapi dengan penuh kebijakan.
Terakhir, Al Quran bukanlah suatu materi untuk dijadikan mata pencaharian. Imam al-Ajurri menyatakan hal yang sedemikian karena sejalan dengan sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Dari Sa’id dari Nabi saw, beliau bersabda “Pelajarilah Al Quran dan mohonlah kepada Allah dengan Al Quran itu sebelum dipelajari oleh orang-orang yang hendak mencari dunia. Sebab Al Quran akan dipelajari oleh tiga jenis orang, yaitu orang yang mempelajari Al Quran untuk kebanggaan (meraih popularitas), orang mempelajari Al Quran untuk mencari makan dan orang mempelajari Al Quran serta membaca Al Quran untuk memperoleh ridha Allah”. (Hadis Riwayat Abu Abid dalam kitab Fadhail Al Quran dan menurut al-Hakim hadis ini shahih)
Dari hadis tersebut, segolongan orang yang mempelajari Al Quran untuk mencari popularitas adalah akibat dari menuruti kehendak hawa nafsu. Itulah mengapa, manusia berpotensi untuk senang mengeluh, sebagaimana dalam firman Allah swt :
( :)
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (QS. al-Ma’arij : 19)
Sifat keluh kesah terlahir karena seseorang tidak pernah pandai untuk bersyukur. Olehnya, nafsu ingin memunculkan hasrat agar memiliki sesuatu secara berlebihan, kikir sampai tidak mampu menjaga kesucian dan harga diri. Tidak lain, jika ada umat Islam yang membagus-baguskan bacaan Al Qurannya bukan untuk kebaktiannya kepada Allah swt melainkan agar bisa didengar oleh para raja dan penguasa di tempatnya. Padahal seorang mukmin harus bisa merenungkan dan menanyakan kepada dirinya sebelum beramal, untuk siapa amalan tersebut, bagaimana hukum syariatnya dan bagaimana Rasulullah saw mengerjakannya. Hal ini adalah rukun amal shalih yang diterima di sisi Allah swt.
Sumber :
- Al-Ajurri, Husain. 2003. Akhlaqu Ahlil Qur’an. Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah
- Al-Hilali, Majdi. 2011. Agar Pertolongan Allah Segera Turun. Solo : Pustaka Arafah.
- Ihsan, Ummu dan Abu. 2014. Aktualisasi Akhlak Muslim 13 Cara Mencapai Akhlak Mulia. Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
- Kirzun, Anas Ahmad. 2018. Riyadh al-Ulama’. Saudi : Dar an-Nur al-Mukatabat.
- Yaqub, Ali Musthafa. 2018. Nasihat Nabi Kepada Pembaca dan Penghafal Al Quran. Ciputat : Yayasan Wakaf Darus Sunnah.