Melansir dari beberapa media berita tanggal 25 November 2020 lalu Wakil Presiden Bapak Ma’ruf Amin menyatakan kebanggaannya bahwa banyak Fintech yang masuk ekosistem syariah, dalam diskusi virtual Penutupan Pekan Fintech Nasional (PFN) 2020. Pernyataan ini seolah meyakinkan kita semua bahwa perkembangan ekonomi syariah sangatlah menggembirakan, dan dapat ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi di masa resesi ekonomi saat ini ke arah yang positif.
Seperti yang kita ketahui bersama, kondisi krisis ekonomi yang sedang dialami Indonesia yang merupakan dampak dari penyebaran virus Covid-19 sudah masuk pada titik resesi ekonomi adalah kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Meskipun aktivitas ekonomi semakin hari mulai menggeliat. Namun, belum menunjukan ke arah pertumbuhan positif secara keseluruhan.
Pemerintah sudah melakukan berbagai cara melalui stimulus yang disalurkan pemerintah baik bagi perorangan juga institusi bisnis. Stimulus tersebut sudah pasti mengeruk lebih dalam anggaran negara yang sangat memungkinkan akan menambah utang Negara ke depannya. Karena saat ini hanya utang yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendongkrak pendapatan, melihat target penerimaan pajak yang berkontribusi 80% terhadap pendapatan negara sudah tidak mungkin tercapai.
Sehingga saat ini, segala upaya untuk menormalkan kembali aktivitas perekonomian dengan menggiatkan pelaku usaha terutama sektor swasta terutama usaha mikro, kecil dan menengah terus menjadi prioritas. Salah satunya melalui lembaga keuangan syariah. Karena lembaga keuangan syariah sudah terbukti mampu bertahan dari terjangan resesi ekonomi yang terjadi tahun 1998 dibanding lembaga keuangan konvensional.
Maka tidak salah jika Wapres begitu berharap dengan ekonomi dan lembaga keuangan syariah agar geliat ekonomi Indonesia bisa segera bangkit dan berjalan normal kembali. Mengapa ekonomi syariah sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
Peran Umat Islam dalam Pertumbuhan UMKM
Di Indonesia jumlah umat Islam mencapai hingga 80% dari jumlah penduduk sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan pengusaha skala UMKM di Indonesia. Seperti kondisi krisis tahun 1998 mereka berusaha bertahan untuk menghadapi krisis. Ketika banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan ketika krisis ekonomi 1998, maka perlahan mereka mulai membuka usaha sendiri. Pelaku UMKM menyadari bahwa mereka bisa menyelematkan paling tidak untuk diri dan keluarga mereka.
Pengusaha-pengusaha baru yang bermunculan tersebut dengan motivasi bahwa banyak pintu pembuka rezeki dari sistem perniagaan/perdagangan. Peran lembaga keuangan syariah juga sangat besar dalam perkembangan UMKM di Indonesia, inilah sebagai jalan baru bagi umat Islam untuk bisa menjalankan bisnis tanpa riba.
Akuntan dalam Dilema
Berbicara tentang laporan keuangan yang mengharuskan keseimbangan laporan keuangan (neraca), antara sisi aset (harta) dengan sisi liabilitas (utang/kewajiban) beserta ekuitas (modal). Aset/harta sendiri terdiri dari aset lancar (likuid aset) dan aset tetap (seperti kendaraan, gedung dan mesin-mesin pabrik). Jika perusahaan membutuhkan dana yang bersifat likuid (mudah dirubah dalam bentuk uang tunai/kas) dalam hal ini aset lancar, maka beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu: meningkatkan pendapatan (sisi modal), atau mencari pinjaman (sisi liabilitas/utang).
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika akuntan memilih cara untuk mendapatkan pinjaman dari bank jika perusahaan menghadapi situasi krisis ekonomi seperti saat ini yang membuat penjualan perusahaan menurun bahkan terhenti. Apalagi jika perusahaan memiliki aset tetap, maka sudah pasti memilih untuk menjaminkan aset tersebut untuk mendapatkan dana segar.
Hal ini juga semakin diperkuat ketika para akuntan yang bekerja di dalam perusahaan di departemen keuangan/akuntansi menganggap memang pinjaman dari bank adalah cara untuk memperkuat likuiditas perusahaan. Sehingga akuntan memang lebih banyak mengarahkan pemilik perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank baik konvensional maupun syariah.
Namun, pada kenyataannya pengusaha-pengusaha yang paham tentang bunga/riba menurut pandangan Islam seperti tidak berdaya untuk menghindari mendapatkan modal atau investasi dari lembaga keuangan/perbankan konvensional. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Fluktuasi Perkembangan Bank Syariah
Jika kita melihat statistik perbankan konvensional (Indonesia) dan syariah pada kanal perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Agustus 2020, terdapat gambaran jelas bahwa penyaluran pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk modal dan investasi dari perbankan syariah sangatlah rendah dibanding bank umum/konvensional.
Beberapa sebab masih mendasari, diantaranya pertama sebagian besar umat Islam masih meragukan bahwa permodalan yang dimiliki oleh bank syariah tidak bercampur dengan bank konvensional. Jika memang bercampur maka mereka menganggap tidak ada bedanya bertransaksi di bank syariah maupun konvensional.
Kedua permodalan yang kurang kuat dari perbankan syariah terutama jika harus berdiri sendiri seperti yang pernah dilakukan Bank Muamalat diawal-awal pendiriannya, sehingga bank syariah tidak memiliki keleluasaan dalam penyaluran pembiayaan baik dari sisi modal kerja maupun investasi kepada pengusaha level mikro, kecil dan menengah.
Dan yang ketiga kurang gencarnya pihak perbankan syariah untuk menjemput calon nasabah, sehingga banyak yang tidak mengetahui produk yang ditawarkan perbankan syariah. Bahkan gencarnya perbankan umum/konvensional mendapatkan nasabah, membuat umat Islam bahkan menggunakan fasilitas kredit di bank untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang bersifat pribadi seperti kredit rumah, kredit kendaraan dan lainnya, yang terikat dengan bunga bank.
Ekonomi Syariah Penopang Menghadapi Krisis Ekonomi
Kita berharap di masa transisi menuju kondisi normal, seharusnya semua pihak ikut membantu mensyiarkan bahwa krisis ini bisa kita hadapi bersama dan UMKM mampu bangkit perlahan dan bertumbuh, salah satu caranya dengan bertransaksi dengan lembaga keuangan yang tidak mengandung unsur bunga/riba yang justru memberatkan pengusaha muslim, baik untuk modal usaha juga kebutuhan hidup yang bersifat konsumtif.
Dan kita juga berharap dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menangani bagian ekonomi dan lembaga keuangan syariah, agar menyampaikan informasi yang jelas kepada seluruh masyarakat, lembaga keuangan/perbankan mana saja yang kepemilikan modalnya tidak bercampur dengan bank umum/konvensional, atau kepemilikan modal yang masih diragukan kehalalannya, agar tidak ada keraguan dari mayoritas umat Islam jika bertransaksi dengan lembaga keuangan syariah.
Tidak terkecuali para akademisi ekonomi dan bisnis di bidang syariah juga mempunyai andil untuk mensosialisasikan ekonomi dan lembaga keuangan syariah. Seperti yang telah dilakukan oleh bapak Dr. Muhammad Syafii Antonio yang mendedikasikan waktu dan pemikiran tentang ekonomi dan lembaga keuangan syariah; serta pakar ekonomi syariah yang pernah dimiliki Indonesia yaitu mendiang Prof. Sofyan Syafri Harahap, rahimahullah, yang telah berdedikasi semasa hidupnya untuk perkembangan ilmu ekonomi dan akuntansi syariah di tanah air.
Oleh: Trismayarni Elen S.E., M.Si / Praktisi dan Akademisi Akuntan