Joe Biden Desak China untuk Serius Menghentikan Program Nuklir Korea Utara

Hernawan | I Gusti Putu Narendra Syahputra
Joe Biden Desak China untuk Serius Menghentikan Program Nuklir Korea Utara
Presiden Amerika Serikat Joe Biden (kanan) dan Presiden China Xi Jinping (kiri) saat bertemu di sela-sela KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, Senin (14/11/2022). [SAUL LOEB / AFP]

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mendesak Presiden China, Xi Jinping, untuk serius menghentikan program nuklir Korea Utara. Dalam pertemuan pertama secara tatap muka di sela acara KTT G20 Indonesia 2022, Biden mendorong China untuk lebih serius mendesak Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, untuk menghentikan program uji coba nuklir yang terus berlangsung sampai dengan saat ini.

Meski begitu, Xi tidak memberikan kepastian kepada Biden mengenai waktu yang tepat bagi China untuk memulai upaya lobi politik terhadap Korea Utara yang membahas tentang penghentian program pengembangan senjata nuklir. Reuters melansir, untuk pertama kali dalam sejarah, Biden bertemu dengan Xi secara tatap muka di Nusa Dua, Bali, pada Senin (14/11/2022). Pertemuan bilateral antara Amerika Serikat dengan China tersebut diselenggarakan satu hari sebelum acara puncak KTT G20 Indonesia 2022 yang berlangsung di The Apurva Kempinski Hotel, Nusa Dua, Bali, pada Selasa (15/11/2022) dan Rabu (16/11/2022).

Senator senior Partai Demokrat dari negara bagian Delaware yang menjabat pada 1973 – 2009 tersebut resmi menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat ke-46 sejak 20 Januari 2021 setelah mengalahkan Presiden AS yang menjabat pada 2016 – 2020, Donald Trump, dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020. Sementara itu, Xi resmi menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (Chinese Communist Party/CCP) dan Presiden China setelah terpilih dalam Kongres Partai Komunis China yang diselenggarakan di Beijing, China, pada 16 - 22 Oktober 2022.

Biden memberikan peringatan kepada Xi bahwa Amerika Serikat akan melakukan apa saja yang harus dilakukan untuk melindungi kepentingan nasional Amerika Serikat beserta dua sekutu tradisional mereka di Asia Timur, yaitu Korea Selatan dan Jepang, jika Korea Utara masih terus melakukan uji coba senjata nuklir. Wakil presiden AS ke-47 yang menjabat mendampingi mantan Presiden AS, Barack Obama, pada 2009 – 2017 tersebut juga mengatakan tidak menutup kemungkinan Amerika Serikat untuk ikut memberikan sanksi kepada China meski tidak seberat sanksi yang diberikan ke Korea Utara.

Penasihat Keamanan Nasional (National Security Adviser) Amerika Serikat, Jake Sullivan, mengatakan bahwa sebelum melakukan pertemuan tatap muka, Biden mengatakan kepada Xi bahwa tindakan China yang menyepelekan kebijakan pertahanan Korea Utara yang terus melakukan penelitian dan pengembangan senjata nuklir memaksa Amerika Serikat untuk meningkatkan kehadiran militer mereka di Asia Timur. 

Meski menaruh harapan positif terhadap China, Biden tidak terlalu yakin tentang kemampuan lobi China untuk dapat meyakinkan Korea Utara agar bersedia menghentikan uji coba senjata nuklir. Hal ini terjadi karena garis politik luar negeri China yang menetapkan Korea Utara sebagai sekutu tradisional di Asia Timur yang keberadannya cukup penting dan harus dilindungi oleh Negeri Tirai Bambu.

Sangat sulit untuk menentukan apakah China memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Namun, saya percaya bahwa China tidak mengharapkan Korea Utara untuk melancarkan tindakan yang justru memperdalam eskalasi konflik dengan Korea Selatan dan Jepang. Oleh karena itu, kami (pemerintah Amerika Serikat) akan mengambil langkah defensif yang lebih serius, di mana langkah itu tidak ditujukan untuk melawan China, melainkan untuk memberikan pesan serius kepada Korea Utara. Kami akan terus melindungi kepentingan nasional Amerika Serikat dan kepentingan nasional sekutu kami, sebagaimana kami melindungi segenap rakyat kami di dalam dan luar negeri, khususnya yang bermukim di Asia Timur,” kata Biden dalam konferensi pers yang berlangsung di arena KTT G20 2022 di Nusa Dua, Bali, pada Senin (14/11/2022) waktu setempat.

Sepanjang 2022, Korea Utara telah melancarkan serangkaian uji coba senjata nuklir yang meliputi rudal balistik antarbenua (Intercontinental Ballistic Missiles/ICBM). ICBM tersebut disinyalir memiliki kemampuan untuk mencapai wilayah Amerika Serikat. Pejabat senior Gedung Putih menuduh China dan Rusia sengaja membiarkan Korea Utara untuk tidak mematuhi sanksi yang ditetapkan di dalam resolusi Dewan Keamanan PBB. 

Pada 2017, China dan Rusia mendukung sanksi keras terhadap Korea Utara pasca uji coba nuklir terakhir mereka. Namun, pada Mei 2022, dua negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB tersebut memberikan veto terhadap resolusi Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis yang berisi tentang sanksi lebih keras dalam menanggapi tindakan terbaru Korea Utara yang kembali melakukan uji coba senjata nuklir.

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik yang menjabat pada 2013 – 2017, Daniel Russel, menyampaikan bahwa China memiliki kemampuan yang cukup kuat untuk mengontrol Korea Utara.

Adanya keputusan untuk meningkatkan kehadiran militer Amerika Serikat di Asia Timur merupakan bagian dari kerja sama keamanan trilateral dengan Jepang dan Korea Selatan. Menurut saya, apabila dibandingkan dengan serangkaian sanksi dan sindiran keras dari para diplomat Amerika Serikat yang telah dilakukan selama ini, maka kerja sama trilateral tersebut lebih efektif dalam menyadarkan dan melecutkan motivasi China untuk lebih serius dalam mengendalikan ambisi Korea Utara,” kata Russel.

Dari spektrum geopolitik dan hubungan internasional (international relations), Pakar Asia Timur (East Asia Expert) dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang bermarkas di Washington D.C, Christopher Johnstone, mengatakan sejarah telah mengajarkan secara implisit bahwa China akan berusaha lebih keras untuk mengendalikan ambisi Korea Utara jika Amerika Serikat juga mengambil langkah yang dapat mengancam kepentingan nasional China di Asia Timur.

Presiden Biden telah memberikan sinyal mengenai rencana untuk memperkuat postur kekuatan militer Amerika Serikat di Semenanjung Korea (Korea Peninsula) dan Asia Timur (East Asia) jika Korea Utara melakukan serangkaian uji coba nuklir. Masalahnya, China sangat menentang rencana tersebut.”

Dengan adanya sikap kontra China, apakah rencana Amerika Serikat tersebut akan berhasil? Menurut saya tidak. Sampai dengan saat ini, tidak ada jaminan kepastian dari China untuk mencegah Korea Utara melakukan uji coba senjata nuklir di waktu yang akan datang. Meski begitu, penguatan postur kekuatan militer di Asia Timur telah mendorong China untuk lebih bertanggungjawab atas peristiwa serta konsekuensi yang diakibatkan oleh ambisi Korea Utara tersebut,” kata Johnstone.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak