Melansir pernyataan Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin yang mengecam keras kebijakan Rusia terkait keputusan tak melanjutkan kesepakatan ekspor biji-bijian Ukraina melalui Laut Hitam.
"Ini tidak bisa diterima dan dibenarkan karena ini berhubungan dengan kemanusiaan. Beberapa negara pasti akan terdampak dari kebijakan tersebut," kata Hamianin.
Sementara itu, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan Rusia memutuskan untuk tidak melanjutkan kesepakatan yang sempat dikawal PBB dan Turki tersebut, karena tak kunjung ada implementasinya.
Kesepakatan terhadap biji-bijian melalui Laut Hitam tersebut berkahir pada Senin (17/7/2023) dan Moskow bersepakat untuk tidak melanjutkanya.
Selanjutnya, dengan proses penghentian kesepakatan tersebut, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Hamianin menyebut rusia sebagai teroris. Ia menyebutkan bahwa Rusia telah melakukan tindakan Black Mailing dan semakin menunjukan tindakan Teroris yang nyata.
"Mereka seperti Teroris yang nyata. Tindakan mereka adalah tindakan Black Mailing. Mereka seperti berkata "Serahkan Ukraina kepada Rusia, atau kami akan buat dunia kelaparan," Ujar Hamianin.
Hingga sekarang, sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina pada tahun lalu, produksi dan ekspor gandum Ukraina memang terhambat. Agresi militer yang dilakukan antar kedua negara tersebut membuat produksi dan ekspor gandum Ukraina menurun sebanyak 50 persen.
Menurut Hamianin, proses produksi gandum tidak seperti minyak bumi. Mereka membutuhkan lahan, air, dan cuaca yang bagus untuk menghasilkan gandum dengan kualitas. Namun dengan adanya perang tersebut, maka akan sulit merealisasikan pasokan gandum ke beberapa negara.
Disisi lain, Hamianin mengungkapkan bahwa Ukraina masih percaya terhadap Turki dan PBB untuk mengawal kesepakatan ekspor biji-bijian tersebut.
"Ukraina masih percaya kepada PBB, Turki dan Uni Eropa untuk mengawal ekspor biji-bijian," Ujarnya.
Sementara itu, Setahun lalu, PBB sempat memuji kesepakatan tersebut. PBB melihat bahwa implementasi rencana tersebut cukup cepat, terlebih kesepakatan dibuat setelah invasi Rusia ke Ukraina terjadi. Melalui kesepakatan tersebut, dibangun Pusat Pemantauan Pergerakan Kapal di Istanbul, Turki.
Dalam kesepakatan tersebut, Ukraina akan memandu kapal melalui jalur yang aman untuk menuju tiga pelabuhan utama, termasuk pelabuhan yang sedang terjadi konflik, yaitu pelabuhan Odesa.
Selanjutnya kapal akan keluar dari Ukraina di Laut Hitam, kemudian transit di Selat Bosphorus dan masuk ke pelabuhan Turki untuk diperiksa. Terakhir, kapal-kapal tersebut baru berlayar ke tujuan masing-masing.