Di tengah derasnya sorotan publik terhadap kasus korupsi pejabat, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melontarkan pernyataan mengejutkan.
Politikus yang akrab disapa Kang Dedi itu menilai sifat serakah dan koruptif bukan hanya dimiliki politisi, melainkan juga rakyat biasa.
Pernyataan itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam Seminar dan Expo Hilirisasi Agroforestri Berbasis Sukun di Bale Sawala, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jumat (22/8/2025).
"Rakyat ini sama dengan kita, sama buasnya, sama serakahnya, cuma beda tingkatan kekuasaannya," ujar Dedi Mulyadi dalam unggahan video yang beredar di Instagram, Sabtu (23/8/2025).
Dedi Mulyadi mengklaim pernyataannya lahir dari pengamatan langsung ketika berinteraksi dengan rakyat di berbagai lapisan.
Ia mencontohkan kecenderungan masyarakat untuk mengambil lebih dari haknya.
"Ketika dikasih lapak satu, mereka ambil lima," ungkapnya.
Pria 54 tahun itu juga memaparkan bentuk nepotisme kecil-kecilan yang kerap ditemuinya.
"Gratis satu, lima, keponakannya dikasih, istrinya beda, suaminya beda, anaknya semua," sambungnya.
Lebih jauh, Kang Dedi mengaku pernah memberikan fasilitas pasar gratis untuk rakyat kecil. Namun, fasilitas itu justru disalahgunakan—disewakan kembali, sementara si penerima manfaat tetap berjualan di trotoar.
"Jadi sifat koruptif, sifat nepotisme, bukan hanya milik politisi kaya saya Dedi Mulyadi, tetapi juga rakyat memiliki karakter itu," bebernya.
Cermin Dua Sisi Korupsi di Indonesia

Pernyataan Kang Dedi muncul di tengah sorotan publik terhadap maraknya korupsi pejabat tinggi negara. Salah satunya adalah kasus OTT Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer oleh KPK.
Noel—sapaan Immanuel Ebenezer—ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Ia diduga menerima aliran dana haram senilai Rp3 miliar serta satu unit motor gede Ducati.
Kasus tersebut dianggap publik sebagai bukti nyata pernyataan Dedi: kekuasaan memperbesar peluang untuk melakukan praktik korupsi dengan skala yang jauh lebih merusak.
Menuai Pro dan Kontra di Publik
Pidato Kang Dedi pun memantik perdebatan luas di jagat maya. Sebagian netizen menilai ucapannya realistis, bahwa rakyat maupun pejabat pada dasarnya sama-sama bisa tergoda oleh korupsi.
"Bener, beda porsinya aja. Semua tentang kesempatan," tulis akun @miss_enno***.
Namun, ada pula yang menilai pejabat seharusnya tidak menyalahkan rakyat, melainkan memberi teladan dan memperbaiki sistem.
"Ada benarnya. Tapi pemimpin punya tanggung jawab mengubah lewat sistem yang sehat, contoh teladan, dan hukum yang adil," komentar akun @zizzahzac***.
Sementara akun lain menyorot sisi satir dari ucapan tersebut.
"Berarti dia mengakui dong kalau pejabat korup," cuit akun @dianayo***.