Kawasan Gedung Parlemen Senayan berubah menjadi lautan manusia pada Senin 25 Agustus 2025, saat ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat tumpah ke jalan. Aksi unjuk rasa yang bertajuk "Demo 25 Agustus" ini diwarnai dengan orasi-orasi berapi-api dan suasana yang terus memanas hingga sore hari.
Para demonstran, yang datang dari latar belakang yang sangat beragam, menyuarakan satu kekecewaan yang sama terhadap para wakil rakyat, dan membawa tuntutan-tuntutan lain.
Aksi ini menunjukkan eskalasi ketidakpuasan publik yang menyatukan kelompok-kelompok yang biasanya jarang terlihat bergerak bersama dalam satu barisan. Mulai dari pekerja informal, seniman, hingga pelajar, semuanya melebur menjadi satu kekuatan di depan gerbang utama Gedung DPR RI.
Kehadiran massa dari berbagai kalangan ini menegaskan bahwa isu yang diusung bukan lagi milik segelintir kelompok, melainkan telah menjadi keresahan kolektif. Isu-isu yang diusung bak perwakilan keresahan yang selama ini dirasakan oleh masyarakat.
Pemandangan paling mencolok adalah bagaimana barisan massa terus merangsek maju, mencoba menembus barikade kawat berduri yang dipasang oleh aparat keamanan. Teriakan yel-yel dan nyanyian lagu perjuangan terus menggema.Beragam Kalangan Turun ke Jalan
Kekuatan utama dari Demo 25 Agustus terletak pada keberagaman pesertanya. Aksi ini tidak dimonopoli oleh satu kelompok, melainkan menjadi wadah bagi banyak suara yang selama ini merasa terabaikan. Berikut adalah beberapa kalangan yang terlihat menonjol dalam aksi massa tersebut:
![Sejumlah massa demonstran membawa bendera PAN dalam aksi yang digelar di Kawasan Gedung DPR Jakarta, Senin (25/8/2025). [Suara.com/Faqih]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/25/86444-sejumlah-massa-demonstran-membawa-bendera-pan.jpg)
Artis dan Seniman
Kehadiran aktor Ibob Tarigan, yang populer lewat perannya sebagai "Bang Madun", menjadi salah satu sorotan utama. Ia terlihat sangat emosional saat berorasi, menegaskan bahwa kehadirannya adalah untuk mewakili suara anak-anak muda yang merasa masa depannya suram.
"Saya di sini tidak membawa embel-embel artis, saya di sini sebagai rakyat biasa, sebagai orangtua yang mendengar jeritan anak-anak muda!" serunya dengan lantang dari atas mobil komando.
Pengemudi Ojek Online (Ojol)
Ratusan pengemudi ojek online dengan jaket hijau khas mereka juga membentuk barisan yang solid dalam aksi tersebut. Salah seorang peserta aksi dari kalangan ojol menyatakan kekecewaan mendalamnya terhadap sikap anggota dewan yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat.
Menurut beberapa laporan, para ojol ingin bertemu anggota DPR yang sempat viral di media sosial ketika joget-joget setelah rapat.
Pelajar STM
Seperti dalam aksi-aksi besar sebelumnya, barisan pelajar dari Sekolah Teknik Menengah (STM) kembali menunjukkan keberaniannya dan menjadi salah satu garda terdepan. Mereka tidak ragu untuk berhadapan langsung dengan barikade polisi dan menjadi motor penggerak massa untuk terus maju.
Keterlibatan mereka menunjukkan adanya keresahan yang merata hingga ke kalangan generasi muda yang masih duduk di bangku sekolah.
Mahasiswa dari berbagai universitas
Barisan intelektual muda dari berbagai kampus ternama juga tidak mau ketinggalan. Jaket-jaket almamater dari Universitas Indonesia (UI), Trisakti, UIN Jakarta, hingga Universitas Negeri Jakarta (UNJ) terlihat jelas di tengah kerumunan massa.
Eskalasi Menjelang Sore
Menjelang sore hari, tensi aksi semakin meningkat drastis, terutama setelah barisan pelajar STM berhasil mendesak barikade aparat hingga meluber ke bahu jalan Tol Dalam Kota. Mereka terus berupaya menjebol pertahanan untuk bisa masuk ke dalam kompleks parlemen, menunjukkan determinasi yang sangat kuat. Aksi saling dorong dengan aparat keamanan pun tak terhindarkan, membuat suasana semakin mencekam.
Dari tengah kerumunan pelajar, terdengar komando yang memompa semangat massa untuk tidak mundur sedikit pun. "Ayo maju, jangan kasih kendor! Kita harus bisa masuk!" teriak salah seorang orator dari barisan pelajar. Upaya mereka untuk merangsek masuk menunjukkan puncak dari frustrasi yang dirasakan, di mana dialog dianggap sudah tidak lagi mempan untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada para wakil rakyat.