Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, sedang menghadapi gugatan perdata dengan nilai fantastis. Seorang warga bernama Subhan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan tuntutan ganti rugi mencapai Rp125 triliun. Sidang perdana perkara ini dijadwalkan digelar pada Senin, 8 September 2025.
Awal Mula Gugatan
Mengutip dari berbagai sumber, Subhan menilai pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024 tidak sah karena tidak memenuhi syarat pendidikan. Undang-Undang Pemilu mensyaratkan calon presiden dan wakil presiden lulus pendidikan menengah atas di Indonesia. Namun, Gibran diketahui menempuh pendidikan SMA di Singapura.
Gibran bersekolah di Orchid Park Secondary School, Singapura. Subhan berpendapat kondisi ini membuat Gibran tidak memenuhi syarat administratif, sehingga pencalonannya dianggap cacat hukum.
Tuntutan Ganti Rugi Fantastis
Dalam berkas gugatan, Subhan menuntut agar PN Jakarta Pusat menghukum Gibran membayar ganti rugi Rp125 triliun kepada negara. Angka fantastis tersebut diklaim sebagai bentuk kerugian negara yang timbul akibat pelanggaran syarat pencalonan.
Subhan menilai pelanggaran aturan pencalonan pejabat negara bisa menimbulkan efek domino politik, hukum, dan sosial. Oleh karena itu, kerugian tersebut harus ditanggung langsung oleh pihak tergugat.
Agenda Sidang Perdana
Berdasarkan laporan berbagai sumber, sidang perdana perkara ini akan digelar pada 8 September 2025 di PN Jakarta Pusat. Agenda pertama adalah pemeriksaan dokumen gugatan, keabsahan legal standing penggugat, dan pemanggilan resmi kepada pihak tergugat.
Pengadilan menegaskan bahwa gugatan ini akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Hakim nantinya akan memutuskan apakah perkara ini dapat diterima atau gugur sejak awal.
Reaksi Publik dan Pemerintah
Kasus ini menimbulkan perdebatan luas di masyarakat. Sebagian menilai gugatan senilai Rp125 triliun sulit diterima karena kerugian negara yang dituduhkan tidak dapat dibuktikan secara riil. Namun, ada juga yang menganggap langkah Subhan penting sebagai ujian terhadap konsistensi hukum di Indonesia.
Sejumlah pengamat politik menilai kasus ini menunjukkan tingginya perhatian publik terhadap pejabat negara dan proses hukum. Dari sisi hukum, beberapa pakar mengatakan perkara ini akan menguji netralitas pengadilan dalam menangani gugatan terhadap pejabat tinggi.
Sampai saat ini, pihak Istana maupun Gibran belum memberikan tanggapan resmi. Berdasarkan catatan Viva.co.id, pemerintah memilih menunggu jalannya proses hukum. Diperkirakan Gibran akan menyiapkan tim kuasa hukum untuk menghadapi sidang perdana.
Pandangan Pakar Hukum
Sejumlah pakar hukum berpendapat bahwa gugatan dengan nominal Rp125 triliun sulit dikabulkan pengadilan. Sebagian besar akademisi hukum menilai gugatan ini bersifat simbolis, lebih untuk menyoroti dugaan ketidaksesuaian aturan pencalonan Gibran ketimbang kerugian materiil negara.
Di sisi lain, polemik pendidikan luar negeri Gibran bukan hal baru. Isu ini pernah muncul saat pendaftaran cawapres, namun Mahkamah Konstitusi menolak uji materi yang mempersoalkan syarat pendidikan formal di Indonesia. Fakta ini bisa menjadi argumen kuat tim kuasa hukum Gibran di persidangan.
Sidang yang Dinanti Publik
Sidang pada 8 September mendatang diprediksi akan menyedot perhatian publik. Pertanyaan utama adalah apakah pengadilan akan melanjutkan perkara ini atau menghentikannya sejak awal karena tidak memenuhi syarat formil.
Apapun hasilnya, kasus ini berpotensi menjadi preseden penting dalam sejarah hukum dan politik Indonesia. Polemik gugatan terhadap Gibran menegaskan bahwa proses pencalonan pejabat tinggi negara tetap bisa diuji melalui jalur hukum, meski nominal tuntutan dinilai tak masuk akal oleh sebagian kalangan.