Anak Kajang diterbitkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 2018. Penulisnya Kak Sabir atau S. Gegge Mappangewa. Ilustrator buku ini adalah Kak Ariyadi Arnas. Buku ini bisa diunduh dan dicetak gratis dari website-nya Badan Bahasa.
Buku Anak Kajang tebalnya 70 halaman. Tapi, isi ceritanya cuma 57 halaman. Itu pun tulisannya besar dan ada gambar-gambarnya. Jadi ... buku ini tidak terlalu tebal. Apalagi, ceritanya asyik sekali.
Buku ini menceritakan seorang anak laki-laki bernama Makkaraja. Dia berumur dua belas tahun dan masih kelas 5 SD. Makkaraja berasal dari Kampung Kajang. Letaknya di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Suatu hari, Kampung Kajang kedatangan seorang tamu jauh. Namanya Kak Aldino, dari Sumatra Barat.
Makkarja jadi pemandu buat Kak Aldino. Dia mengajak Kak Aldino keliling-keliling kampung untuk mengenali kebiasaan penduduk Kajang. Makkarja menunjukkan pada Kak Aldino kalau penduduk di Kajang, masih sangat kuat menjaga adat istiadat.
Misal, orang-orang Kajang hanya boleh memakai pakaian berwarna hitam. Sebab, menurut adat, warna hitam adalah lambang kesederhanaan, kebersamaan, dan kesetaraan.
Dengan memakai warna hitam, seluruh orang Kajang dianggap setara dan tak boleh diberi perlakuan yang berbeda. Pakaian hitam juga dimaksudkan agar pemakainya selalu ingat kematian.
Orang Kajang juga tidak boleh pakai barang elektronik dan teknologi. Di Kajang, tidak ada listrik, televisi, gadget, sepeda motor. Pakai sandal atau sepatu pun tidak boleh. Semua orang harus telanjang kaki.
Rumah penduduk juga terbuat dari kayu. Tanpa semen, paku, cat, dan sebagainya.Kehidupan di Kajang dijalankan secara tradisional dan alami. Jauh beda sama kehidupan kita sehari-hari. Semuanya dilakukan tujuannya biar lingkungan alam tetap lestari dan terjaga.
Ngomong-ngomong soal lingkungan alam, di Kajang, hutan sangat dijaga. Orang yang ingin menebang kayu di hutan, harus menanam dulu dua pohon dan merawatnya sampai tumbuh sempurna. Tujuannya supaya hutan di Kampung Kajang tidak habis dibabat.
Membaca buku ini, membuat kita seperti diajak jalan-jalan ke suatu tempat jauh dan asing. Tapi membikin sangat penasaran. Lewat buku ini, kita jadi tahu kehidupan di Kampung Kajang. Kita jadi tahu kalau ada orang-orang yang mau hidup sangat sederhana untuk menjaga lingkungan alam.
Kita jadi salut sama orang-orang Kajang.
Sebagai pembaca, kita juga perlu berterima kasih sama Kak Sabir yang sudah menulis buku ini. Bahasa yang dipakai Kak Sabir, gampang dipahami. Memang ada beberapa selipan bahasa asing, yaitu bahasa Konjo.
Bahasa Konjo adalah bahasa yang dipakai di Kampung Kajang. Tapi, Kak Sabir memberi glosarium alias kamus kecil untuk mengartikan bahasa Konjo yang ada di buku ini.
Kita perlu juga terima kasih sama Kak Ariyadi Arnas yang sudah membuat gambar-gambar keren untuk buku ini. Karena gambar-gambar itu, buku ini jadi tambah enak dibaca.
Bagi teman-teman yang penasaran sama isi buku ini, ayo unduh bukunya di website Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Gratis!
Dijamin kita bisa dapat banyak pengetahuan baru tentang budaya suku-suku di Indonesia. Suku Kajang salah satunya. Dengan tahu budaya suku lain, kita bisa belajar menghargai perbedaan. Dengan menghargai perbedaan, kita juga bisa lebih bijaksana.
Selain buku Anak Kajang, kita juga bisa mengunduh buku bacaan lain yang menarik di website Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Bukunya bagus-bagus. Recommended buat anak-anak Indonesia.