Sang hutan menjerit saat kehidupannya diusik oleh segerombolan manusia laknat yang tak bertanggung jawab dengan segala kepongahannya.
Auman buldoser-buldoser yang siap melumat habis setiap hutan. Nyaris tiada tersisa setitikpun yang telah dilumat oleh buldoser.
Dengan jahat dan ganasnya yang tanpa kenal ampun membabat habis seluruh hutan. Congkak dan tamaknya manusia yang hanya mengejar keuntungan demi memperkaya diri dan membuncitkan perutnya tapi rela menggadaikan sang hutan demi mengeruk sumber daya alam.
Sementara para cukong-cukong bertepuk tangan riang gembira saat menyaksikan seluruh hutan sirna seketika tanpa ada sisa sedikitpun yang ada.
Berpesta ria dengan para birokrat yang telah disumpal dengan segepok uang. Yang nyatanya sumber daya alam hanya dinikmati oleh segelintir kelompok saja.
Tidak ada bukti bahwa kekayaan sumber daya alam dinikmati oleh seluruh rakyat. Hanyalah jargon semu penarik simpati rakyat demi mendulang suara.
Rakyat hanyalah mendapatkan sampah dari segala kekayaan sumber daya alam yang telah dikeruk oleh golongan kapitalis biadab penghisap kekayaan alam. Rakyat nyaris tiada hasil kekayaan sumber daya alam setitikpun.
Kesengsaraan tinggalah kesengsaraan yang merundung rakyat saat sebuah ironi kekayaan alam melimpah namun masih banyak rakyat yang terjerat dalam hidup kemelaratan.
Rakyat hanyalah menerima murka alam akibat ulah tamaknya segelintir cukong yang telah mengusik kehidupan hutan berupa bencana dahsyat tanah longsor dan banjir.
Hukuman alam telah memberikan pelajaran akan perilaku pongah atas rusaknya hutan. Serangan banjir dan tanah longsor yang dahsyat melumat habis rumah-rumah nyaris tanpa tersisa.
Tangisan terdengar kala bencana dahsyat menghantam kehidupan mereka. Akibat kesewenang-wenangan cukong yang mengusik kelestarian hutan. Sungguh tiada guna lagi menjerit dan menyesal.
Yang ada hanyalah tinggal merasakan karma angkara murka alam yang sudah membabi buta menyerang kehidupan manusia.