Alam jeruji yang begitu menggodaku dalam sebuah kemewahan yang tiada ternilai harganya dengan segala keistimewaan dan kenyamanan yang semakin menawan.
Kenyamanan yang tak dimiliki oleh orang lain. Kenyamanan hidup bersama para pesakitan lainnya.
Bak seperti keluarga dalam kehidupan di balik jeruji yang dimana terpisahkan dalam kebebasan dunia bersama keluarga mereka yang sesungguhnya.
Pengapnya ruang jeruji yang sangat sempit dengan ventilasi kecil berselimut asap rokok yang beterbangan mengisi segenap ruang jeruji.
Berdesakan dengan para pesakitan lainnya. Sebuah keistimewaan dalam alam jeruji saat menikmati makan dengan lahapnya dengan nasi bersama sambal dan telur serta ikan asin.
Sebuah kenikmatan sejati bagai makan di sebuah restoran yang sangat mahal. Bercengkerama bersama para pesakitan lainnya dengan pekikan tawa yang sangat membuat telinga pekak dengan candanya yang tak ada hentinya.
Aku saling berbagi rasa dengan para pesakitan penuh suka cita. Istana jeruji yang aku tinggali jelas berbeda dengan istana jeruji para bedebah maling uang rakyat.
Dengan segala keistimewaan mereka bisa lalu-lalang keluar masuk jeruji besi. Bak kamar para bedebah maling uang rakyat sebuah kamar apartemen dengan segala kenikmatannya.
Namun aku tidak mempedulikan para bedebah maling uang rakyat. Karena aku dan mereka para bedebah adalah sama-sama pesakitan yang hanya berbeda kemewahannya.
Jeruji bak sebuah sekolah yang mengajarkan tuk menjadi kehidupan yang lebih indah dan cerah kedepannya. Disamping jeruji bak istana mewah yang telah kutempati belasan tahun lamanya.
Dibalik jeruji aku bertapa menundukkan diri di hadapan-Nya dengan segala penghambaan tuk menebus segala dosa sebagai pesakitan.