Hentakan Nyawa yang Layu

Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Hentakan Nyawa yang Layu
Ilustrasi Nyawa yang Layu. (pixabay.com)

Tiada kuasa nyawa yang begitu tak berfaedah lagi di dunia. Yang semakin layu nyawa tak berdaya dalam kemelaratan moral. Seakan moral hanya menjadi hiasan petuah dari para pendahulu. Moral yang telah lenyap dari pegangan diri yang memberi naungan dari salah langkah berujung sesat sempurna. Nyawa menjadi ampas dunia yang sudah terbuang dari bauran kehidupan manusia lain.

Bercampur kebusukan diri yang lengkap sudah membungkus kehinaan yang nyata. Jiwa melarat nurani tak kenal kasihan dengan siapa saja. Jiwa yang tertutup dari ketukan pintu ampunan-Nya. Kiasan buruk rupa melengkapi semua durjana langkah.

Kemana melangkah pergi berpijak semakin tertatih-tatih lunglai tak ada daya. Tak kuasa menerima pedihnya siksa dunia karma kepicikan yang kujalani sepanjang hayat. Tak ada lagi yang mendekap menuntun langkahku menuju hidayah-Nya. Tanda terpisahnya raga dari seruan menuju jalan yang diberkahi Illahi.

Lunglai nyawa yang tak kuat lagi kuhadapi menjadi akhir dari hidup. Hidup menjadi singkat yang terikat dalam tali kesesatan sangat kuat. Redupnya lentera ampunan-Nya yang menyeru pada kehidupan lebih baik. Tak ada lagi penerang yang membawa kedamaian jiwa. Terhunus siksa Illahi yang amat menembus hingga punggung. Ini menjadi petuah akan usia yang semakin berujung. Ujung kehidupan yang menghampiri nyawaku.

Kehadiran malaikat maut yang kusambut dalam kepedihan pilu. Hanya pasrah pada raga yang sudah menjadi bangkai selangkah lagi.  

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak