Lukisan kemuliaan diri menandakan ada harapan bagi bumi yang terus bertahta dalam kekacauan. Menjadi pelipur kekacauan menghujat bumi tanpa pernah berhenti. Ceruk kemuliaan berujar menancap dengan keras rupa-rupa seluruh makhluk. Mawas diri menentukan sikap manusia atas apa yang telah terlampaui.
Sandaran jiwa bergoyang merajut seluruh kiasan. Kemuliaan abadi membawa sebuah rahayu melimpah. Celah setiap perubahan menanti bumi terbatas bagi semua angan-angan. Jemari wahyu menunjuk setiap berkas-berkas lapis kehidupan.
Panggung cakrawala berujar sangat dahsyat mengubah lancang. Utopis rasanya berharap kemuliaan sejati. Namun bukan tak mungkin kemuliaan bisa diraih dengan mudahnya. Remah-remah kebaikan terbentuk sangat lengkap mendahului seruan takdir nan kuat. Pisah raga terikat saujana ufuk semesta.
Dari ufuk hingga ke ufuk lagi terbenam semesta bertengger semu pada kiasan bersemi. Cahya kilap menyatukan seutas mudahnya meraih demikian. Episentrum kebaikan membangun kembali bumi. Mulai menata perlahan mahligai bumi amat indah.
Fana puitis membawa bait-bait bijak bertahap pada lembaran-lembaran nyawa. Waktu mengubah radar ketiadaan ampas sebagian kehidupan. Pelukan yang sangat menggengam dengan kuatnya. Pasrah meraung melawan guncangan kegetiran melahap remah-remah keputusasaan.
Kelihaian setiap kemuliaan berpacu sangat terkendali yang amat mencerahkan. Riasan bumi berujar tenang tak ada gejolak yang dinyanyikan. Nada-nada kebaikan mengulas setiap jiwa terpetik kiasan tergeletak amat lengah. Hantaran ketiadaan berkahwan sama setara.