Review Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini), Penuh dengan Pesan Moral

Candra Kartiko | Ruslan Abdul Munir
Review Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini), Penuh dengan Pesan Moral
Kesan pertama Muluk saat memberikan pemahaman kepada para pencopet.(Instagram/@bilangkata/ruslanyogaswara)

Film merupakan sebuah karya seni yang menyuguhkan sebuah tontonan yang bersifat menghibur serta memiliki informasi atau pesan yang dapat disampaikan melalui peran yang ditampilkan dalam setiap adegan.

Film menjadi sebuah karya estetika yang sekaligus sebagai alat pertukaran sebuah informasi  yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik, sarana rekreasi dan edukasi, di sisi lain dapat pula berperan sebagai penyebarluasan nilai-nilai budaya baru. 

Dalam kesempatan ini, penulis akan berusaha memberikan sebuah ulasan film yang berjudul "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)" yang merupakan film yang dirilis sekitar tahun 2010 yang disutradarai oleh Deddy Mizwar.

Deddy Mizwar pun turut serta mengambil peran bersama sederet artis pemegang penghargaan piala citra seperti Slamet Rahardjo, Reza Rahadian, Tio Pakusadewo, dan Rina Hasyim.

Film tersebut diawali dengan adegan seorang pria bernama Muluk yang dipernakan oleh Reza rahadian yang tengah mencari kerja di tegah keramaian masyarakat ibu kota. Ia merupaka seorang lulusan Sarjana Manajemen yang sampai saat itu belum juga mendapatkan pekerjaan.

Ia sempat melamar kebeberapa kantor tetapi hasilnya nihil, salah satu tempat kerja yang ia singgahi pun kelihatannya sebentar lagi akan gulung tikar, selain itu malah ada yang merekomendasikan ia agar bekerja menjadi TKI di luar negeri.

Singkat cerita, ia dipertemukan dengan seorang anak jalanan bernama Komet yang secara tidak langsung membuka peluang kerja bagi dirinya walaupun kerjaannya itu sepertinya tidak diharapkan oleh bapaknya, tetapi saat itu ia belum bicara lebih jelas terkait pekerjaan itu.

Dia hanya menyampaikan bahwa ia bekerja di bidang pengembangan sumber daya manusia. Komet membawa Muluk ke markasnya dan memperkenalkan bosnya, Jarot. 

Muluk kaget karena di sana banyak anak seusia komet yang tugasnya mencopet juga. Ia sedikit memutar otak dan melihat kesempatan yang ia tawarkan untuk Jarot. Dia meyakinkan Jarot bahwa ia bisa mengatur keuangan mereka dan menuntut 10%  dari hasil pencopetan, termasuk biaya pendidikan.

Usahanya berhasil, namun di sisi lain ia pun tergerak karena ingin mengarahkan anak-anak tersebut  berpindah profesi dan dapat berpenghasilan yang halal bukan dari hasil mencopet.

Walaupun sempat ada sedikit penolakan tapi akhirnya mereka menuruti dan Jarot pun sangat mendukung tindakan Muluk tersebut. Dengan bantuan dua rekannya yang juga sarjana, Muluk berbagi tanggung jawab dalam mengajar agama, budi pekerti, dan kewarganegaraan.

Tetapi pertanyaan besarnya apakan pendidikan yang diajarkan kepada para anak-anak jalanan itu akan berhasil? 

Dalam film ini Muluk bersama kedua temannya Pipit dan Samsul memberikan penerapan dan pengimplementasian pendidikan yang sesungguhnya dalam kehidupan dengan cara merubah kehidupan sekelompok anak jalanan yang berprofesi sebagai pencopet  kepada profesi yang ‘halal’ yaitu menjadi seorang pengasong.

Diakhir cerita ketika Komet dan beberapa orang anak lainnya tenagan berjualan asongan ditengah lalu lalangnya kendaraan di Ibu Kota, tiba-tiba mereka dikagetkan oleh kedatanya para polisi pamong praja yang melakukan razia.

Muluk yang pada waktu itu menykasikan kejadian tersebut, lantas membantu anak-anak itu agar lolos dari kejaran para polisi pangong praja dengan cara menghadangnya dan berusaha menjelaskan apa salahnya jika anak-anak jalanan itu berjualan asongan. Toh, itu adalah pekerjaan yang halal, dibandingkan dengan para petinggi negara yang seakan lupa akan tugas dan kewajibannya, korupsi dimana-mana. Tak sedikit dari para pejabat negara telah melupakan pasal 34 ayai (1) UUD 1945 bahwa "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara".

Hingga akhirnya para polisi tersebut membawa Muluk kesebuah mobil razia, dan terlihat anak-anak pedagang asongan itu menampakan raut kesedihannya seakan tak rela figur yang telah sedikit-demi sedikit merubah kehidupannya dibawa oleh polisi tersebut.

Pesan Moral yang Tergambar 

Salah Satu Adegan di Film Alangkah Lucunya Negeri Ini (Instagram/@bilangkata)
Salah Satu Adegan di Film Alangkah Lucunya Negeri Ini (Instagram/@bilangkata)

1. Aspek Sosial dan Budaya

Film ini sangat jelas banyak mengandung kritikan sosial yang mengarah pada isu-isu nasional yang berkaitan dengan keprihatinan dan relaitas bangsa Indonesia mulai dari kemiskinan, pengangguran, anak jalanan, pendidikan, korupsi yang dikemas dalam sebuah film komedi satire. Yang tentunya selain memberikan hiburan juga banyak mengandung unsur edukasi dan informasi yang sangat informatif.

Film ini mengajak kita berfikir bahwa sebenarnya negara kita ini  benar-benar tidak lucu dan tidak layak ditertawakan. Budaya-budaya yang seharusnya tidak ada dinegara ini realitasnya malah semakin merajalela dan tidak terkondisikan. 

2. Aspek Religius

Penjelasan mengenai pentingnya kita memiliki agama yang pasti ditujukan dari beberapa adegan yang diperlihatkan. Karena memang agama menjadi sangat penting, sebeb itu adalah sebagai pedoman untuk kita melangkah dan bertindak sesuai dengan aturan.

Plot cerita yang begitu menojol adalah ketika Muluk menyaksikan fenomena masyarakat di pasar. Di sana sangat begitu jelas para pedangang di pasar itu masih menganut kepercayaan kuno yaitu animisme dan dinamisme (cendrung tidak masuk akal). Sedangakan Muluk dalam cerita tersebut digambarkan sebagai orang yang menganut pemikiran modern (logika/masuk akal).

Selain itu penjelasan mengenai halal dan haram sempat menjadi perdebatan dalam film ini. Tetapi sekali lagi sesuatu yang sudah ditetapkan di hukum agama, sifatnya adalah mutlak. Tidak ada pembenaran sama sekali yang bisa dilakukan manusia. 

3. Aspek Pedagogik

Film tersebut memberikan pemahaman bahwa tidak selamanya orang yang berpendidikan akan mudah mendapatkan pekerjaan.

Pernyataan tersebut memang benar adanya ketika seorang yang bergelar sarjana pun belum tentu memiliki pekerjaan yang layak apabila ia tidak memiliki standar komptensi, kapabilitas, kemampuan serta relasi dan koneksi yang cukup, maka tidak akan ada bendanya dengan orang yang tidak merasakan belajar di bangku pendidikan. 

Selain itu, film ini memberkan kritikan bagi para koruptor yang notabenenya mereka adalah orang yang berpendidikan, tetapi tingkahnya sama sekali tidak mencerminkan sebagai orang yang berpendidikan.

Lantas tidak ada bedanya mereka dengan para anak jalanan yang berprofesi sebagai pencopet yang tergambar dalam film tersebut? Sangat miris memang.

Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa film "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)" menyuguhkan tontonan yang semata-mata bukan hanya sekadar hiburan, tetapi terdapat nilai lebih dalam setiap adegan yang ditunjukan.

Film yang mengandung unsur edukasi sekaligus hiburan ini sangat layak ditonton sebab di dalamnya sangat begitu kental dengan realitas kehidupan masyarakat indonesia yang sangat memprihatinkan.

Dari film ini seseorang dapat berpikir dan mencari solusi terkait bagaimana menyelesaikan permasalahan bangsa yang justru terus merajalela dan tidak ada habisnya.

Film ini pula banyak menyampaikan pesan moral yang isinya harapan dan cita-cita ke depan untuk pendidikan dan karakter bangsa Indonesia agar ke depannya menjadi lebih baik. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak