Bila merunut ke sejarahnya, TNI-AL pernah mengoperasikan helikopter dengan kemampuan pemburu kapal selam atau anti-submarine warfare (ASW). Hingga saat ini, TNI-AL masih mengoperasikan helikopter dengan kemampuan sejenis, yakni AS565 Panther.
Jika di masa orde lama TNI-AL atau saat itu masih bernama ALRI mengoperasikan Mil Mi-4 varian anti kapal selam buatan Uni Soviet, maka di era orde baru TNI-AL juga mengoperasikan helikopter anti kapal selam buatan blok barat. Helikopter yang dimaksud adalah Westland Wasp buatan Inggris.
Helikopter dengan desain yang cukup unik ini menjadi tulang punggung kavaleri udara anti kapal selam yang dimiliki oleh TNI-AL pada masa orde baru. Meskipun jarang diketahui orang awam, akan tetapi helikopter ini merupakan bagian penting dari satuan anti kapal selam yang dimiliki oleh TNI-AL.
Seperti apakah helikopter tersebut ? simak ulasan ringkasnya berikut ini.
1. Bekas Angkatan Laut Belanda
Helikopter anti kapal selam buatan Inggris tersebut sebelum menjadi alutsista TNI-AL merupakan helikopter yang dioperasikan oleh angkatan laut Belanda.
Dilansir dari situs indomiliter.com, sejatinya pembelian helikopter ini bersamaan dengan paket pembelian kapal frigate Tribal-class dari Inggris dan frigate Van Speijk-class dari Belanda. Helikopter Westland Wasp yang dibeli oleh TNI-AL pada dekade 80-an tersebut termasuk dalam paket pembelian kapal frigate tersebut.
Dikarenakan merupakan bagian dari paket pembelian dan merupakan helikopter bekas pakai angkatan laut Belanda, maka harga per unit helikopter tersebut hanya sekitar 75.000 USD. Pada saat itu Indonesia menyepakati pembelian helikopter Westland Wasp sebanyk 10 unit dan diletakkan pada geladak kapal KRI untuk peran anti kapal selam yang sebelumnya diemban oleh Mil Mi-4.
2. Dianggap Ketinggalan Zaman Ketika Dibeli TNI-AL
Pembelian helikopter Westland Wasp yang dilakukan oleh TNI-AL memang mengisi peran helikopter anti-kapal selam selepas dipensiunkannya Mil Mi-4.
Akan tetapi, helikopter Westland Wasp tersebut dianggap telah ketinggalan zaman dari segi teknologi. Hal ini cukup wajar mengingat helikopter yang lahir pada dekade 60-an tersebut rata-rata telah berusia sekitar 20 sebelum dioperasikan oleh TNI-AL
Dilansir dari situs aviahistoria.om, helikopter yang datang pada tahun 1981 ini tidak dilengkapi dengan sistem sonar, sehingga ketika melakukan peran anti kapal selam harus mengandalkan sistem radar dan sonar yang berada di kapal perang TNI-AL. Helikopter ini juga secara desain cukup klasik dengan bagian mesin yang terlihat dari luar.
Untuk performanya, helikopter ini sanggup mencapai kecepatan maksimal hingga 193 km/jam. Helikopter ini mampu membawa 2 unit torpedo Mk.44 atau 1 unit torpedo kelas berat Mk.46 atau bom kedalaman. Selain itu, helikopter ini juga mampu dipasangi senapan mesin ringan kaliber 7.62 mm di bagian samping.
BACA JUGA: Serunya Wisata Pendidikan di Museum Cokelat Monggo Jogja sambil Kulineran
3. Masa Pengoperasian yang Singkat
Di tubuh TNI-AL, helikopter ini tergolong memiliki masa pengabdian yang cukup singkat. Sejak datang di tahun 1981, helikopter ini hanya berdinas hingga dekade 1990-an dikarenakan usianya yang sudah cukup tua.
Selain itu, masalah ketersediann suku cadang juga menjadi alasan pengoperasian helikopter ini tergolong singkat. Helikopter ini tercatat terakhir berdinas sebelum dipensiunkan yakni pada tahun 1998.
Meskipun tergolong memiliki pengabdian yang singkat, akan tetapi helikopter ini dalam masa operasionalnya di TNI-AL pernah merasakan beberapa misi operasi dan pengintaian.
Helikopter ini beberapa kali diterjunkan di misi pengawasan di sepanjang area Timor-Timur dan saat konflik Aceh dan Papua helikopter ini juga sempat diterjunkan sebagai helikopter intai maritim.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS