Series Dokumenter "American Nightmare" karya sutradara Felicity Morris, dulu juga membuat serial dokumenter berjudul: The Tinder Swindler. Series Dokumenter American Nightmare sudah tayang di Netflix sejak 17 Januari 2024. Dokumenter ini awalnya memang menciptakan kebingungan di kalangan netizen. Kabarnya, banyak yang bertanya-tanya apakah semua yang ditampilkan dalam film ini adalah kisah nyata. Rupanya, ini benar-benar berdasarkan kisah nyata.
American Nightmare terdiri dari tiga episode yang menceritakan penculikan Denise Huskins, yang mana dia punya pacar bernama Aaron Quinn. Sialnya, mereka malah didakwa telah menciptakan tipuan yang rumit, mirip dengan alur cerita dalam novel karya Gillian Flynn berjudul "Gone Girl" yang sudah difilmkan.
Hingga akhirnya, suatu ketika, ada kasus penculikan lagi yang dilakukan oleh Matthew Muller. Singkat cerita Matthew Muller digrebek polisi dan ditangkap. Ironisnya, dari penggerebekan itu, ditemukan mobil yang ciri-cirinya persis seperti pada kisah kasus penculikan yang dialami Denise Huskins. Akhirnya terungkap sudah, Denise Huskins benar-benar diculik, artinya nggak berbohong.
Namun, meskipun sudah tertangkap, masih saja ada banyak pertanyaan yang mengitari cerita ini, terutama terkait alasan penculik melepaskan Denise Huskins dan mengungkapkan bahwa target sebenarnya adalah mantan tunangan Aaron Quinn, yaitu Andrea. Gila, sih, mind blowing banget!
Ulasan:
Dokumenter ini benar-benar menciptakan gejolak emosi yang nggak terduga saat aku menyaksikannya. Aku emosi banget sama pihak berwajibnya, yang kayak terlalu bodoh, seolah-olah, seragam kepolisian mereka, nggak mencerminkan intuisi dan nalar mereka sebagai polisi.m. Dengan kepiawaian pengarahan sutradara, dokumenter ini cukup rapi dalam menjahit kisah demi kisah, sehingga berhasil memandu penonton mengarungi kisah nyata yang dipenuhi amarah. Dokumen ini sangat berhasil mengungkapkan kebodohan dan ketidakmampuan pihak berwajib.
Dokumenter American Nightmare terdiri tiga episode yang dipenuhi plot twist dan kekesalan. Episode pertama mengarahkan sorotan ke sudut pandang Aaron Quinn, sementara episode kedua, penonton diajak masuk ke dalam kehidupan si korbannya (Denise Huskins) yang menuturkan perasaan getirnya saat diculik dan dituduh oleh polisi sudah berbohong. Episode ketiga, dengan kepiawaian sutradara, isinya tentang konflik kepentingan yang terlibat dalam sepanjang kasus ini berjalan.
Sutradara Felicity Morris berhasil menghadirkan sensasi true crime yang mendalam dan sekaligus menyoroti isu ketidakadilan yang menggugah hati. Meskipun struktur ceritanya untuk reka adegan agak klise, namun daya tariknya nggak terbantahkan. Film ini memperlihatkan bahwa kebenaran bisa tampil dari sudut pandang yang berbeda, juga mempertanyakan ketidakpastian moral dalam masyarakat dan pihak berwajib.
Selain itu, dokumenter ini juga menjadi cermin bagi peran media sosial dalam membentuk narasi. Dengan cerdas, film ini menyoroti bagaimana platform-platform tersebut mampu mengkambinghitamkan cerita tanpa adanya pencarian kebenaran yang mendalam. Ini bukan hanya sekadar penyampaian informasi, tapi juga sebuah peringatan tentang dampak besar media sosial terhadap persepsi masyarakat.
Nggak hanya memberikan tontonan yang menghibur, dokumenter ini memberikan pelajaran tentang pentingnya menuntut keadilan. Dokumenter ini juga mendorong penontonnya untuk nggak hanya menjadi penonton pasif, melainkan mengajak penonton ikutan kesal. Skor dariku 8/10. Ini hanya karena, durasi film ini sebenarnya bisa lebih padat lagi. Jadi, buat yang lagi mencari tontonan berdasarkan kisah nyata, ini jawabannya!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.