Film Kiblat Bikin Meradang, antara Ekspresi Seni dan Sensitivitas

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Film Kiblat Bikin Meradang, antara Ekspresi Seni dan Sensitivitas
Poster Film Kiblat (Leo Pictures)

Film "Kiblat" telah menjadi topik yang memicu perdebatan dan kontroversi di masyarakat, terutama terkait dengan penggunaan unsur-unsur agama Islam dalam konteks horor.

Disutradarai oleh Bobby Prasetyo, film horor ini menampilkan beberapa nama terkemuka: Yasmin Napper, Arbani Yasiz, dan YouTuber Ria Ricis.

Sebelum lebih dalam membahas detail kontroversinya, ada baiknya kita tahu sinopsis singkatnya seperti apa.

Film "Kiblat" mengisahkan Ainun (Yasmin Napper) yang tinggal dengan uwa di kampung. Dia memuja Abah Mulya, pemimpin padepokan di Kampung Bumi Suwung, yang diyakini memiliki kekuatan supranatural.

Setelah kematian Abah Mulya, Ainun mengetahui bahwa Abah Mulya adalah ayah kandungnya. Ainun mulai menyelidiki padepokan dan menemukan ketidakadaan azan serta salat. Terbongkarlah bahwa Abah Mulya mengajarkan ajaran sesat yang menjauhkan dari kiblat agama. 

Analisis Film Kiblat

Pertama-tama, perlu dipahami bahwa film horor sering kali mengambil inspirasi dari mitos, legenda, dan kepercayaan lokal untuk menciptakan atmosfer yang menegangkan.

Namun, ketika penggunaan unsur-unsur agama dilakukan dengan nggak bijaksana, hal itu tentunya bisa menyinggung perasaan umat dan menimbulkan ketegangan dalam masyarakat. 

Secara pribadi, aku sama sekali nggak masalah dengan ide dasar filmnya. Namun, dengan penampakan poster dan trailer, aku benar-benar tergelitik untuk menyampaikan unek-unek sebagai penikmat film sekaligus manusia yang punya hak berpendapat.

Oh, iya, bukan kapasitas diriku juga untuk mengomentari apakah promosi dan filmnya merupakan bentuk penistaan agama atau nggak, tapi minimal, keresahan pada film-film horor semacam ini dalam beberapa tahun belakangan bisa tersuarakan.

Sebelum Film Kiblat bikin netizen meradang, dulu ‘kita’ disuguhkan Film Makmum (2019) yang bikin banyak penonton ‘katanya’ jadi parno buat salat, dikarenakan poster dan isi filmnya.

Selepas itu, ada Film Roh Fasik (2019), Ghibah (2021), Qorin (2022), dan puncaknya Kiblat (2024). Ini hanya sebagian judul saja, dan jelas banget, dari tahun ke tahun, film horor Indonesia cenderung menggunakan hal-hal yang beririsan dengan agama Islam, biarpun isi filmnya kadang melenceng jauh. 

Amarah netizen akhirnya meledak tahun ini, pada Ramadan 2024 sebagai bentuk kekhawatiran akan potensi eksploitasi agama dari penggunaan simbol-simbol keagamaan yang sudah sangat berlebihan. 

Dalam konteks "Kiblat", khususnya pada poster, pose yang terlihat kayak lagi rukuk, merupakan salah satu gerakan dalam ibadah salat dalam agama Islam.

Secara teknis, rukuk bukanlah simbol, tetapi lebih tepat dikategorikan sebagai bagian dari praktik ibadah dalam agama Islam. Namun, penggambaran atau representasi visual dari gerakan rukuk dapat dianggap sebagai simbol agama Islam. 

Sementara penggunaan mukena, merupakan pakaian khusus yang dikenakan oleh wanita muslim saat menjalankan ibadah salat, dapat dianggap sebagai simbol dari keyakinan dan praktik agama Islam.

Mukena memiliki makna dan nilai keagamaan yang mendalam bagi umat Islam, dan penggunaannya sering kali mencerminkan identitas dan komitmen agama seseorang.

Oleh karena itu, dalam konteks tertentu, penggunaan mukena bisa dianggap sebagai simbol agama Islam. Maka, poster itu jelas sekali, tampak nggak menghormati nilai-nilai keagamaan.

Selain itu, penggunaan judul "Kiblat" untuk film horor juga menimbulkan pertanyaan tentang kesopanan dan rasa hormat terhadap agama Islam.

Kiblat adalah arah yang dijadikan acuan oleh umat Islam dalam menunaikan ibadah salat, dan menggunakan nama tersebut sebagai judul film horor, rasa-rasanya terkesan maksa banget. Dari sinopsisnya, masih bisa dicari judul lain (tergantung kreativitas).

Dari sini kita bisa belajar, bahwa menempatkan hal-hal yang berkaitan dengan agama dalam konteks horor harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan rasa tanggung jawab, mengingat sensitivitas terkait agama itu perlu dijaga. 

Memang betul, bisa dibilang film adalah karya seni, yang memiliki hak ekspresi dan menyampaikan pesan tertentu. Namun, hal ini harus dilakukan dengan bijaksana dan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat.

Sineas film harus memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial mereka dan menghindari penggunaan unsur-unsur agama berlebihan, biar nggak menyinggung perasaan umat dan agar nggak terkesan mengeksploitasi. 

Okelah, "Kiblat" pada akhirnya menjadi fenomena yang memicu amarah umat Islam. Setelah kontroversinya, semoga ke depannya, para pihak yang lagi bikin film horor dan berniat memakai judul yang berkaitan dengan agama (tertentu), ada baiknya dipertimbangkan lagi.

Untuk saat ini, poster dan trailer sudah ditarik dari peredaran, dan kemungkinan batal tayang setelah adanya pelarangan dari MUI. Penonton Indonesia itu keren-keren, kalau filmnya bagus juga bakal tembus sejuta penonton, eh. Salam waras. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak