Ada film atau series yang mengusung politik sebagai tema besar dan daya tariknya. Seperti halnya dengan Series The Whirlwind, drama Korea Selatan terbaru yang tayang di Netflix sejak 28 Juni 2024, benar-benar mengguncang penonton dengan narasi politik yang penuh intrik. Series ini dibintangi aktor dan aktris papan atas: Sol Kyung-gu, Kim Hee-ae, Kim Young-min, dan masih banyak lagi bintang pendukung lainnya.
Series The Whirlwind berkisah tentang sosok Perdana Menteri Korea Selatan: Park Dong-ho (Sol Kyung-gu), yang mencoba membunuh presiden dan mengambil alih jabatan presiden dengan berbagai siasat demi membongkar borok pemimpin negara beserta sekutu-sekutunya. Park Dong-ho sebagai sosok politisi veteran yang dingin dan penuh perhitungan, harus menghadapi berbagai tantangan dalam mengubah kekuasaan politik. Tantangan terbesarnya ada pada Jeong Su-jin (Wakil Perdana Menteri Ekonomi) yang menentang mati-matian keputusan Park Dong Ho. Di balik layar, konflik antar partai politik, pengaruh perusahaan chaebol, dan konspirasi, semakin memperumit dan memperkeruh situasi. Semua itu membuat langkah Park Dong-ho terasa seperti permainan catur yang menentukan nasib negara.
Dari ringkasan kisah dan sepanjang 12 episode, agaknya kisah-kisah yang diperlihatkan begitu menyentil perpolitikan di dalam negeri ya? Penasaran situasi apa saja dalam series ini yang tampak mencerminkan perpolitikan di Indonesia? Lanjut baca sampai akhir ya.
Jadi begini. Seperti dalam Series The Whirlwind, politik Indonesia saat ini juga nggak luput dari bayang-bayang manipulasi kekuasaan. Ups.
Adanya momen ‘usaha” merevisi UU Pilkada (belum lama ini di bulan Agustus 2024) dilakukan oleh DPR RI memicu gelombang protes di kalangan masyarakat, yang menganggap tindakan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi. Langkah itu dianggap sebagai manuver untuk melanggengkan kekuasaan. Jujurly, kok ya agak serupa dengan bagaimana Park Dong-ho, Jeong Su-jin, maupun presiden (sebelum tewas) dalam “The Whirlwind”, yang menggunakan segala cara untuk mempertahankan posisi mereka. Ups.
Dalam “The Whirlwind”, keputusan-keputusan penting seringkali diambil secara sepihak, tanpa memperhatikan suara rakyat atau mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Hal ini sangat mirip dengan situasi di Indonesia, tatkala momen ‘usaha merevisi UU Pilkada dilakukan secara cepat dan tanpa partisipasi publik yang memadai. Peristiwa itu menimbulkan kekhawatiran bahwa ‘kepentingan pribadi dan kelompok sedang mendominasi proses demokrasi’, mengesampingkan prinsip-prinsip dasar yang telah diperjuangkan sejak era reformasi.
Belum lagi tentang elemen kunci yang membuat “The Whirlwind” begitu relevan dengan situasi di Indonesia: Cara series ini menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat dimanipulasi untuk kepentingan pribadi. Dalam kisahnya pun, korupsi dan permainan politik kotor menjadi alat untuk mempertahankan kendali atas negara maupun kepentingan pribadi. Di Indonesia, fenomena serupa dapat dilihat melalui upaya-upaya dugaan membangun dinasti politik, di mana kekuasaan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan mengabaikan mekanisme demokrasi yang sehat.
Bahkan dalam “The Whirlwind”, hukum dan konstitusi bisa dengan gampang diabaikan atau diputarbalikkan untuk memenuhi agenda politik tertentu. Dan momen-momen series itu, rasa-rasanya begitu mencerminkan situasi politik di Indonesia. Di mana kala itu masih jelas dalam ingatanku sebagai masyarakat yang menonton berita; terkait keputusan Mahkamah Konstitusi yang seharusnya final dan mengikat, malah coba diabaikan demi kepentingan segelintir elit politik. Akibatnya, demokrasi yang seharusnya menjadi milik rakyat, justru terancam oleh mereka yang berada di puncak kekuasaan. Akhirnya didemo deh!
Okelah kalau begitu. Series The Whirlwind termasuk underrated. Ya, biarpun dibintangi bintang-bintang ternama, dengan tema dan segala intrik politiknya, yang jujur saja bagiku bagus dan asyik diikuti, tapi entah mengapa, aku merasa series ini nggak mudah bikin banyak penonton jatuh cinta padanya.
Selamat buat yang sudah menonton sampai tuntas, meski episode series ini sangat-sangat mengecewakan buatku. Bukan karena scene buruk, tapi lebih pada bahwa, adegan pamungkasnya; pembongkaran kebusukan para antagonis sebenarnya bisa diletakkan di episode mana pun! Seakan-akan karena jumlah episodenya 12, jadi scene itu harus diletakkan di episode tersebut, dengan mengabaikan betapa nggak masuk akalnya. Aku kecewa dengan keputusan naskahnya yang membuat karakter utama, Park Dong-ho, dibuat bundir dengan alasan sebuah siasat. Rasanya sia-sia melihat perjuangannya yang begitu hebat harus berakhir di pemakaman dengan keputusan mengakhiri hidup. Ugh!
Skor dariku: 7,5/10. Bila kamu sudah nonton dan berbeda pendapat, nggak masalah asalkan jangan julid ya. Yuk ditonton dan selamat memetik pelajaran berharga dari series ini.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.