Menjaga hati agar selalu dalam kondisi yang baik merupakan tugas setiap orang. Menjaga hati di sini memiliki makna luas, misalnya tidak mudah berburuk sangka pada sesama, mengenyahkan rasa iri, dendam, dan sebagainya.
Hati yang selalu dikondisikan dengan baik, maka akan membantu kita untuk berperilaku yang baik pula. Hati dan perilaku yang baik akan mengantarkan kita pada kemuliaan dan kebahagiaan hidup.
Ketika seseorang memiliki hati yang baik, dia tidak akan mudah menghakimi atau menjudge orang lain, terutama mereka yang berbeda pemahaman dengan kita. Justru kita dapat menerima segala perbedaan yang ada dalam diri setiap orang dengan legawan dan bijaksana.
Namun sayangnya, masih banyak orang yang sulit menerima perbedaan. Banyak orang yang memiliki sifat egois, merasa diri paling benar, dan menuduh orang yang berseberangan pemahaman adalah orang yang salah. Hal inilah yang kemudian menjadi pemicu keributan atau permusuhan.
Dalam buku ‘Hati Tak Bertangga’ dijelaskan bahwa keributan kita selama ini, sekalipun kita saling mencintai, sebenarnya tidak terlepas dari satu kalimat sederhana, “Aku benar, kamu salah!” Cinta kita masih bertangga. Masih ada batasan yang jelas dan keras antara benar dan salah.
Masih ada “aku” dan “kamu”. Masih ada kalimat-kalimat seperti, “Kamu seharusnya begini” atau “Aku sudah begini, tapi kamu masih saja begitu”. Masih banyak pengontrolan karena sebenarnya yang sedang kita cintai bukanlah seseorang, tapi persepsi kita sendiri tentang orang itu. Oleh karenanya, selalu ada yang perlu diperbaiki bila ada perbedaan antara orang yang kita cintai dengan persepsi kita tentang orang itu (hlm. 4).
Orang yang mampu menjalani kehidupan dengan tenang dan penuh kebahagiaan biasanya memiliki tanda atau ciri khas. Salah satunya ialah enggan membanding-bandingkan kehidupan dirinya dengan orang lain. Ia berusaha untuk mensyukuri beragam nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada dirinya.
Benar kiranya bahwa orang yang paling damai dalam hidup itu tidak akan menggunakan perbandingan untuk mensyukuri hidup. Tidak membandingkan dengan orang yang menderita ataupun bahagia. Biarkan hati ini belajar untuk menyerap pesan-pesan damai dalam keheningan diri (hlm. 9).
Berusaha tidak memiliki banyak keinginan juga akan membuat hidup ini jauh lebih tenang. Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki cita-cita tinggi lho, ya? Memiliki banyak keinginan yang saya maksud di sini adalah yang sampai melampaui batas sehingga dia menjadi manusia yang dikuasai oleh hawa nafsu yang seolah tak ada ujungnya.
Dalam buku ini dijelaskan, keinginan yang selalu muncul tanpa kontrol hanya akan menciptakan kegetiran pikir. Jangka panjangnya beragam masalah emosional mengancam kesehatan jiwa. Karena itulah, butuh adanya kendali.
Buku terbitan Metagraf (Solo) yang ditulis secara duet oleh Adi Prayuda dan Ikhwan Marzuqi ini bagus dijadikan sebagai sarana introspeksi atau merenungi diri. Semoga setelah membaca buku ini, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Selamat membaca.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS