Kalau ada satu film yang bisa bikin duduk termenung beberapa lama setelah kreditnya bergulir, ‘Vulcanizadora’ buatan Joel Potrykus jelas masuk daftar itu.
Film berdurasi ±85 menit ini bukan sekadar tontonan lho, tapi semacam pengalaman yang pelan-pelan menjerat kita masuk, tanpa benar-benar ngasih pegangan yang jelas. Maksudnya? Simak terus ya!
Disutradarai, ditulis, sekaligus dibintangi sendiri sama Joel Potrykus, film yang diproduksi secara independen sama Factory 25, rupanya tayang perdana di Tribeca Film Festival 2024.
Film ini juga menandai kembalinya (dua karakter) yang sudah lebih dulu eksis dalam Film Buzzard (2015), yakni sosok Marty Jackitansky (diperankan Joshua Burge yang memenangkan penghargaan di Tribeca Film Festival 2024) dan Derek (diperankan Joel Potrykus, si sutradara).
Selain penghargaan untuk aktornya, Film ini juga memenangkan Best Narrative Feature di Oak Cliff Film Festival.
Namun, jangan khawatir, buat Sobat Yoursay yang belum menonton Film Buzzard, ‘Vulcanizadora’ tetap bisa dinikmati sebagai film yang berdiri sendiri. Meski, harus diakui, pengalaman menontonnya jadi jauh lebih "utuh" kalau sudah kenal sejarah panjang persahabatan aneh mereka dalam ‘Buzzard’.
Selain Joel Potrykus dan Joshua Burge, film ini juga menampilkan:
- Bill Vincent sebagai Gar
- Solo Potrykus (anak Joel Potrykus sendiri) sebagai Jeremy Skiba
- Melissa Blanchard sebagai Lynn
- Scott Ayotte sebagai pegawai polisi
- Sherryl Despres sebagai pengacara
- Dennis Grantz sebagai hakim
Kendatipun para bintang ini muncul sekilas, tapi masing-masing menambah lapisan kecil dalam cerita yang terasa seperti mimpi buruk yang terus berubah bentuk. Ups.
Sekilas tentang Film Vulcanizadora
Di awal film, disuguhi pemandangan yang sederhana tapi terasa berat: Marty Jackitansky dan Derek, kini lebih tua 10 tahun sejak kejadian dalam Film Buzzard, tengah menyusuri hutan lebat sambil diiringi dentuman musik metal yang kasar.
Nggak butuh waktu lama sampai kita tahu, itu bukan perjalanan camping biasa. Derek, yang kini hidup dalam bayang-bayang kegagalan sebagai ayah yang bercerai dan kehilangan hak asuh anaknya, ingin mengakhiri hidupnya. Dan dia memilih sahabat lamanya, Marty Jackitansky, untuk membantunya menyelesaikan tugas kelam itu.
Marty, yang baru saja keluar dari penjara setelah membakar bengkel vulkanisir ban (ya, di sinilah judul film ini mendapat makna literalnya), tampak menyetujui "misi" itu tanpa banyak bicara.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam film buatan Joel Potrykus, niat ‘ngenes itu’ perlahan terurai menjadi perjalanan absurd, tragis, dan gelap yang penuh dengan simbolisme aneh: Dimulai dari helm buatan sendiri yang tampak seperti properti film dystopian murahan, hingga kembang api yang menyerupai ular hitam merayap di tanah.
Menarik tapi aneh ya?
Impresi Selepas Nonton Film Vulcanizadora
Aku harus jujur, ‘Vulcanizadora’ tuh film yang sulit buat dimasukkan dalam kotak genre tertentu. Ini film bisa disebut komedi gelap, thriller eksistensial, bahkan "hangout movie", tapi pada akhirnya, film ini lebih terasa seperti refleksi panjang tentang keputusasaan, kesetiaan, dan absurditas hidup itu sendiri.
Ada momen ketika aku merasa seperti sedang menyaksikan mimpi buruk yang dijalankan sama si dua karakter pecundang khas film indie Amerika, tapi dengan jiwa yang remuk redam. Dan memang, Joel Potrykus seperti sengaja membuat Film Vulcanizadora jadi versi "slacker millennial", lengkap dengan dialog yang terasa bodoh di permukaan tapi menyimpan luka eksistensial di dalamnya.
Dari sisi teknis, aku suka biarpun kadang frustrasi dengan keberanian di sutradara dalam memainkan komposisi gambar. Kamera statis yang menyorot hutan kosong selama bermenit-menit, close-up berlebihan pada benda-benda sepele seperti kembang api yang menyala, dan suara-suara alam yang dibiarkan mendominasi tanpa iringan musik. Semua itu membuat Film Vulcanizadora terasa seperti meditasi panjang yang kadang membuatku gelisah, tapi sulit dilepaskan. Eh.
Jadi, apakah aku suka film ini? Aku belum yakin. Namun, aku mengaguminya. Dan terkadang, rasa kagum itu lebih dalam ketimbang sekadar suka.
Skor: 3,5/5