Ulasan Film Selepas Tahlil: Misteri Ilmu Hitam yang Bikin Merinding!

Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Ulasan Film Selepas Tahlil: Misteri Ilmu Hitam yang Bikin Merinding!
Tangkapan layar poster yang diambil dari trailer film Selepas Tahlil (youtube.com/Visinema Pictures)

Hari ini, 10 Juli 2025, bioskop Indonesia diramaikan oleh kehadiran Selepas Tahlil, film horor yang diadaptasi dari episode viral podcast Lentera Malam.

Disutradarai oleh Adriano Rudiman, debutannya di film panjang, Selepas Tahlil bukan cuma soal jumpscare atau penampakan seram, tapi juga menggali emosi keluarga yang bikin penonton campur aduk antara takut, sedih, dan tersentuh.

Dengan durasi 96 menit, film ini sukses menyajikan horor yang terasa dekat dengan keseharian, dibalut nuansa lokal Jawa Timur yang kental. Yuk, kita ulas lebih dalam!

Selepas Tahlil mengisahkan dua bersaudara, Saras (Aghniny Haque) dan Yudhis (Bastian Steel), yang baru saja kehilangan ayah mereka, Hadi (Epy Kusnandar).

Cerita dimulai dari suasana duka pasca-kematian Hadi, tapi malam tahlilan yang seharusnya jadi momen penghormatan terakhir malah berubah jadi mimpi buruk.

Bayangkan, jenazah sang ayah tiba-tiba bangkit dan berjalan keluar rumah! Kejadian ini terinspirasi dari kisah viral tentang mayat yang konon berjalan dari Surabaya ke Lamongan, dan BION Studios sukses mengemasnya jadi narasi yang bikin bulu kuduk berdiri.

Saras, yang digambarkan sebagai sosok rasional dan anti-mistis, awalnya nggak percaya dengan kejadian aneh ini. Tapi, seiring cerita berjalan, dia mulai goyah ketika teror makin intens.

Yudhis, adiknya, justru lebih cepat merasa ada sesuatu yang “belum selesai” dari kematian ayah mereka. Petunjuk berupa surat wasiat misterius membawa mereka menyelami rahasia kelam keluarga, termasuk perjanjian gaib dan ilmu hitam yang bikin cerita makin mencekam.

Apa yang bikin Selepas Tahlil berbeda dari film horor lain? Ini bukan cuma soal hantu atau penampakan, tapi juga tentang luka emosional dan penyesalan dalam keluarga.

Film ini mengajak kita merenung: seberapa jauh kita benar-benar kenal orang tua kita? Tema kehilangan dan penyesalan jadi benang merah yang kuat. Seperti kata Aghniny Haque, “Kita bisa lari dari hantu, tapi nggak bisa lari dari keluarga kita sendiri.”

Ulasan Film Selepas Tahlil

Tangkapan layar salah satu adegan di trailer film Selepas Tahlil (youtube.com/Visinema Pictures)
Tangkapan layar salah satu adegan di trailer film Selepas Tahlil (youtube.com/Visinema Pictures)

Sinematografinya juara banget! Pencahayaan redup dengan dominasi warna dingin, ditambah komposisi kamera yang tenang tapi menekan, bikin suasana horor terasa nyata tanpa harus lebay dengan efek visual.

Sound effect-nya juga patut diacungi jempol—bikin jantungan tanpa perlu jumpscare berlebihan. Pengambilan angle close-up berhasil menangkap emosi karakter, apalagi di adegan-adegan penuh ketegangan.

Meski 30 menit awal terasa agak lambat untuk membangun ikatan keluarga, tempo cerita langsung ngegas dengan teror yang bikin aku nggak bisa berkedip sampai akhir.

Aghniny Haque sebagai Saras benar-benar mencuri perhatian. Dia berhasil memerankan karakter yang skeptis tapi perlahan terseret ke dalam krisis batin.

Bastian Steel sebagai Yudhis juga nggak kalah apik, menunjukkan sisi emosional anak muda yang berusaha memahami misteri keluarganya.

Tapi, sorotan khusus jatuh ke Epy Kusnandar sebagai Hadi. Meski minim dialog, kehadirannya sebagai “jenazah hidup” bikin merinding. Epy bahkan rela menurunkan berat badan drastis demi peran ini, dan pengakuannya tentang momen spiritual selama syuting menambah kedalaman karakternya.

Pemeran pendukung seperti Diandra Agatha dan Vonny Anggraini juga menambah warna, meski karakternya nggak terlalu dieksplor mendalam. Oh ya, fun fact: Aghniny sempat terkunci 40 menit di kamar mandi saat syuting, bikin pengalaman horor di lokasi terasa nyata!

Lebih dari sekadar horor, Selepas Tahlil memberikan pesan kuat soal pentingnya menghargai orang tua selagi mereka masih ada. Tagline-nya bikin kita mikir: jangan sampai menyesal ketika waktu udah nggak ada.

Film ini juga berhasil mengemas nuansa lokal Jawa Timur—dari logat hingga suasana desa—tanpa terasa dipaksakan. Meski syuting dilakukan di Jabodetabek, detail seperti pemeran pendukung asli Lamongan bikin cerita terasa autentik.

Meski secara keseluruhan memuaskan, ada beberapa bagian yang terasa kurang. Alur di 30 menit awal agak lambat, mungkin bikin aku sebagai penonton yang haus teror cepat merasa bosan.

Beberapa subplot, seperti konflik pendukung, juga kurang tuntas dieksplor, jadi agak menggantung. Tapi, kekurangan ini tertutupi oleh kekuatan cerita dan akting yang solid kok.

Secara pribadi, aku beri Selepas Tahlil rating 9/10. Ini film horor yang nggak cuma bikin merinding, tapi juga mengajak kita introspeksi soal hubungan keluarga.

Cocok buat kamu yang suka horor dengan bumbu drama emosional, apalagi kalau kamu penggemar podcast Lentera Malam. Film ini ramah untuk usia 13 tahun ke atas, jadi bisa dinikmati bareng keluarga kecil.

Jadi, siap merinding sekaligus tersentuh? Buruan cek jadwal di bioskop terdekat seperti Cinepolis atau XXI, dan rasakan sendiri pengalaman horor yang “dekat di hati” ini! Jangan lupa follow akun Instagram @filmselepastahlil buat update terbaru.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak