ilustrasi Pandan Laut (Pixabay)
Tembikar daun pandan laut, disulam di antara jari jemari, ada tangis di antara helai duannya, ada tawa di antara sulaman-sulamannya
Konon, para leluhur gemar bertani, berkebun dan menyulam pakaiannya sendiri, tanpa menipu siapapun, tanpa merusak apapun.
Di jaman yang serba tegas ini, tidak banyak orang berani berdiri, lebih suka mencaci maki melalui jari jemari.
Seperti katak dalam tempuruang, sekarang tempurungnya dimakan katak.
Oh, bangsa yang kaya akan alam, sumber daya manusia yang cakap dan cerdas, mengapa rela kau dikoyak dirampas begitu beringas, oleh tangan dan kepala-kepala yang cadas?
Dari pesisir kami menari, menangisi kecongkahan para wakil dan para petinggi, yang lupa pada janji.
2021
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Mahasiswa PPG FKIP Unila Asah Religiusitas Awardee YBM BRILiaN Lewat Puisi
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
4 Alasan Buku Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan Wajib Kamu Baca!
-
Puisi Wiji Thukul Kembali Menggema: Peringatan dalam Pusaran Ketidakadilan
-
Rayakan Hari Puisi Sedunia Lewat 5 Buku Puisi Terbaik Karya Sastrawan Dunia
Sastra
Terkini
-
Ketika Pelindung Jadi Predator: Darurat Kekerasan Seksual di Indonesia
-
ASEAN All Stars, Proyek Ambisius AFF yang Terancam Telan Kerugian Besar!
-
4 Tim Serie A Bersaing Dapatkan Jasa Kapten Timnas, Jay Idzes, Mana Saja?
-
Sinopsis The Haunted Palace, Aksi Sungjae dan Bona Lawan Hantu Istana
-
Ulasan Iblis di Pekarangan: Saat Dunia Hanyalah Sebuah Pertunjukan Sirkus