Aku duduk bersantai di pojok gubuk tua.
Mencoba berdamai dengan diriku sendiri.
Berpikir keras akan masalah yang akan aku hadapi nanti.
Memaknai setiap kejadian sebagai petanda baik pada diriku yang penuh kesuraman.
Di pojok gubuk tua aku merasa nyaman tengah mendengarkan suara gitar.
Alunan nada merdu merasukiku pada alam pikiranku.
Disamput pula suara merdu yang mengiringinya.
Aku pun makin terhanyut pada suara gitar yang sedang dipermainkan oleh sang pujangga.
Gitar tua yang masih setia pada nada merdunya.
Kenangan yang ia torehkan amatlah berharga dan sangat berarti.
Walau kini ia nampak kusam dan bodinya pun ada yang keropos.
Namun suara merduanya tetap menjadi nomor satu dan tetap menjadi pilihan sebagai penyejuk hati.
Suara gitar mengiringiku malam ini.
Di depan pandangku jua nampak potret-potret para pejuang.
Seakan ia ikut berirama mendengarkan suara gitar yang terdengar olehku.
Memaknai dengan penuh khidmat dan kasih sayang.
Suara gitar jua menjadi salah satu cara perlawanan.
Setiap petikan dengan syair yang menggugah kesombongan para penguasa.
Menyusun diksi-diksi yang sangat mendalam dan tajam.
Hingga para pahlawan pun banyak yang gugur walau melalui cara seperti itu.
Padahal, bukankah hal seperti itu hanya sebatas karya sastra?
Ia sebatas kebebasan berpendapat melalui syair dan sajak langsung dari lubuk hati.
Namun semuanya dirampas dan dianggap sebagai bahan yang sangat berbahaya.
Bahkan sering dituduh sebagai aksi subversif.
Negeri ini memang sangat lucu.
Kebenaran selalu dianggap sebagai bencana dan bahaya.
Aku terlelap dan mencoba kembali mendengarkan suara gitar.
Mencoba membebaskan diri melalui syair dan suara petikan gitar malam ini.
Gubuk Marhaenis, 1 September 2021
Baca Juga
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
-
Menelisik Sosok Ki Hajar Dewantara, Pendidikan sebagai Senjata Perlawanan
Artikel Terkait
-
KPU Klaim Pemungutan Suara Ulang Pilkada di 5 Kabupaten/Kota Tertib dan Lancar
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
Turun ke Jalan Bareng Mahasiswa, Demo Emak-emak Tolak UU TNI: Kami Tak Ingin Orba Kembali!
-
4 Alasan Buku Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan Wajib Kamu Baca!
-
Puisi Wiji Thukul Kembali Menggema: Peringatan dalam Pusaran Ketidakadilan
Sastra
Terkini
-
4 Gaya Kasual ala Seohyun SNSD, Nyaman tapi Tetap Fashionable!
-
Viral Beli Emas usai Lebaran: Kecemasan Kolektif Tanpa Solusi?
-
Review Film Setetes Embun Cinta Niyala: Perjalanan Cinta yang Menyentuh Hati
-
7 Rekomendasi Drama Korea Populer yang Diadaptasi dari Manga Jepang
-
Dibintangi Jeon Yeo Been, Drama Nice Woman Boo Se Mi Umumkan Para Pemeran