Seperti namanya, Sembilan Mata Hati memuat cerpen-cerpen karya sembilan penulis muslim dan muslimah. Kesembilan penulis tersebut adalah Ahmad Mabruri M.A., Dian Yasmina Fajri, Dewi Fitri Lestari, Dwi Septiawati, Haula Rosdiana, Helvy Tiana Rosa, Inayati, Ifa Avianty, dan Meutia Geumala.
Cerpen-cerpen dalam buku ini, sebelumnya, telah dimuat di majalah Annida rentang 1992 sampai dengan 1998. Cerpen-cerpen tersebut sarat akan nilai dan wawasan kemanusiaan yang khas namun tetap universal sehingga dapat pula dibaca kalangan di luar Islam.
Cerpen-cerpen tersebut juga mengusung topik yang beragam dan menyentuh semua sisi kehidupan, utamanya memaparkan kehidupan menjelang keruntuhan Orde Baru.
Topik-topik yang dimaksud adalah perihal kelaparan (Sepotong Singkong), jurang sosial (Menanam Tak Empat Menuai, Doug dan Remmington, Perhiasan Intan), anak jalanan (Vanesaa la Meninos de Rua), problematika buruh (Hari-Hari Ning), pergulatan moralitas di kalangan remaja (Selamanya Cinta, Bakauheni Merak, Masa Lalu Irin, Sekeping Hati Milik Tumirah, Vimla), kedustaan dan tipudaya di sekitar kita (Apapun yang Terjadi), pemutusan hubungan kerja (Sampah Pehaka), gonjang-ganjing demo mahasiswa 1998 (Catatan Pita Hitam), kasus DOM Aceh (Jaring-Jaring Merah), dan citra Indonesia di mata dunia (Sehangat Mentari di Olympia).
Dari cerpen-cerpen yang ada, barangkali Catatan Pita Hitam adalah cerpen yang paling gamblang menggambarkan pergulatan waktu menjelang keruntuhan rezim Soeharto.
Dalam cerpen, digambarkan perjuangan Herman dan teman-teman mahasiswa menuntut turunnya diktator militeristik tersebut. Herman sendiri adalah mualaf keturunan Tionghoa. Keluarganya punya usaha toko kelontong.
Ketika kerusuhan pecah, bidang usaha keluarganya tidak luput dari serangan massa. Toko kelontong itu dijarah dan dibakar. Syukur, papa dan mamanya lolos dari sergapan maut.
Di tempat berbeda, Herman dan kawan-kawan mengalami berbagai musibah, mulai dari serangan aparat hingga tembakan yang menewaskan sejumlah pemuda.
Cerpen Catatan Pita Hitam ditulis menggunakan gaya catatan harian. Alurnya lurus, tekniknya konvensional, dengan penggambaran realistik. Namun yang jelas, cerpen ini dan cerpen-cerpen lain, penuh informasi kontekstual. Isinya tidak sekadar menghibur, tetapi juga bermuatan didaktik, bertanggung jawab, serta memberi kekayaan batin kepada pembaca.
Tag
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Memahami Konsep Hidup Mengalah dalam Buku Wani Ngalah Luhur Wekasane
-
Menggugat Dunia Patriarki, Ulasan Novel Perempuan di Titik Nol
-
Mengenal Makhluk Hidup di Bawah Laut, Ulasan Buku Misteri Bawah Laut
-
Ulasan Buku Sepedaku Sayang: Hati-hati dengan Orang yang Baru Kita Kenal
-
Mendeteksi Gejala Penyakit Lupus Lewat Buku Asa untuk Sang Kupu-kupu
Ulasan
-
Ulasan Novel Oregades: Pilihan Pembunuh Bayaran, Bertarung atau Mati
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
Terkini
-
Sempat Tuding Indonesia, Siapa yang Laporkan Skandal Naturalisasi Pemain Malaysia ke FIFA?
-
Smartwatch Selamatkan Nyawa: Kisah Pasien yang 'Diperintah' Jam Pintar untuk Periksa ke Dokter
-
Sambut Album Baru, Louis Tomlinson Rilis Single Terbaru Bertajuk 'Lemonade'
-
Babak Baru Siap Dimulai, Intip PV Resmi Anime Hell's Paradise Season 2
-
4 Mix and Match OOTD Street Style ala Ryu Da In,Simpel tapi Fashionable!