Berduka adalah salah satu momen berat yang mungkin akan dialami oleh seseorang, cepat atau lambat. Dan dalam menanganinya, terkadang kita tidak selalu bisa menempuh jalan yang mulus.
Ibarat dua sisi koin, semakin besar kenangan dan kebahagiaan yang tertoreh pada suatu sisi saat bersama seseorang, maka semakin besar duka yang ditinggalkan ketika orang tersebut harus pergi.
Buku yang berjudul 'Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Cuci Piring' adalah salah buku yang membahas hal tersebut. Tentang bagaimana kita bisa menerima perasaan duka agar bisa melalui hari dengan lebih ringan.
Dari segi judul, buku ini terbilang antimainstream. Rasanya belum ada orang yang menulis tentang duka dan mengambil analogi dengan aktivitas cuci piring. Masa iya ketika berduka malah disuruh cuci piring? Di mana nyambungnya?
Kalau menurut penulis dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ yang pernah kehilangan ayah dan anak yang begitu dicintainya, cuci piring adalah sebuah aktivitas yang tepat sekali dalam menggambarkan bagaimana seseorang melewati perasaan tidak nyaman saat berduka.
Karena tidak ada orang yang senang dengan aktivitas cuci piring. Kita maunya cuma makan. Atau mungkin masak-masak. Dan melihat piring menumpuk di wastafel itu rasanya beban banget. Tapi, mau tidak mau harus ada seseorang yang mau 'membereskannya'.
Saat mencintai seseorang, suatu saat nanti kita akan melewati kondisi berduka karena harus kehilangan. Beban saat berduka itu ibarat sebuah tumpukan cucian piring. Jangan dibiarkan menumpuk. Kalau tidak, akan semakin menggunung dan membuat kita kewalahan dalam menghadapinya.
Hal yang harus dilakukan pertama kali adalah memindahkan sampah makanan yang berserakan di piring menuju tempat sampah. Kemudian membersihkan piring-piring dengan spons, lalu membilas, serta mengeringkannya.
Begitupun saat berduka. Kita butuh tahapan-tahapan dalam melaluinya. Tahapan dalam cuci piring bisa menjadi contoh bahwa kita perlu membuang, membersihkan, membilas, dan mengeringkan beban-beban yang ada di kepala kita dengan lebih mindful.
Tidak perlu menolak semua perasaan yang hadir. Yang perlu kita lakukan hanyalah melaluinya. Mengerjakan apa yang mesti dikerjakan saat itu.
Saya rasa buku ini adalah buku yang sangat manusiawi dalam memberi pencerahan tentang apa yang harus kita lakukan saat kehilangan seseorang yang berharga. Tidak ada tips atau trik tertentu yang dijelaskan oleh penulis dalam buku ini.
Tapi, pendekatan cuci piring ini sangat berkesan bahwa memang terkadang semuanya hanya perlu dilalui apa adanya. Sebagaimana mencuci tumpukan piring kotor meskipun kita sama sekali tidak punya motivasi untuk mengerjakannya.
Baca Juga
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
Artikel Terkait
-
Manusia Harus Memiliki Tujuan Hidup dalam Buku 'Life is Boring'
-
Sisi Gelap Manusia dalam 'Suatu Malam Ketika Bintang-Bintang Terjatuh'
-
Ulasan Buku 'Sepi,' Segala Hal tentang Kesepian dan Cara Berdamai Dengannya
-
Mengungkap Hilangnya Ikan dan Hal Misterius dalam Buku "Petualangan Anak Natuna"
-
Ulasan Buku Journal Of Gratitude, Reminder Syukur dengan Ilustrasi Estetik
Ulasan
-
Ulasan Novel Oregades: Pilihan Pembunuh Bayaran, Bertarung atau Mati
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
Terkini
-
Wajah Babak Belur Sepulang Ospek Pecinta Alam, Orang Tua Murka
-
Autumn Sale Steam 2025! Ini Daftar Game Diskon yang Wajib Diborong
-
Gol Kilat SMAN 8 Makassar di Menit 9:05 Panaskan Laga Sengit AXIS Nation Cup 2025
-
Ivar Jenner, Panggilan ke Timnas SEA Games 2025 dan Penurunan Reputasi bagi sang Pemain
-
Natalius Pigai Soroti Human Error MBG, Tegaskan Hak Anak Tetap Terjaga