Trondheim, Norwegia tempat bertemunya dua insan yang berasal dari dua dunia yang berbeda. Bagaimana ketika misi yang seharusnya diselesaikan tanpa melibatkan perasaan itu justru dipersulit oleh perasaan yang tak diundang?
Lyre atau kita sebut saja Solveig ikut bersama Hades sang dewa kematian untuk turun ke Bumi demi menyelesaikan satu misi penting demi keamanan manusia. Memburu dan menumpas pembunuh berantai yang salah satu dari korbannya adalah adik dari Ivarr Amundsen yang bernama Nikolai Amundsen.
Sebab berada di dunia manusia, maka pembunuh tersebut harus ditumbangkan dengan cara manusia pula. Maka dari itu, Hades yang berubah nama menjadi Halstein selama misi di Bumi ini, merancang strategi dengan memanfaatkan Ivarr. Halstein dan Solveig datang ke rumah Ivarr dengan berpura-pura membutuhkan 1000 boneka troll yang diproduksi oleh perusahaan milik Ivarr. Namun akankah misi ini berjalan dengan mulus tanpa kecurigaan sedikit pun dari Ivarr?
Kesan yang saya dapatkan dari buku ini adalah dingin dan sendu. Rasa dingin yang dirasakan mungkin ada pengaruh dari kenyataan ada di mana lokasi kisah ini diambil, namun tak dapat ditampik bahwa dingin juga datang dari Halstein dan Ivarr. Dua laki-laki yang memiliki aura dingin yang berbeda. Terkhusus untuk Ivarr ada campuran rasa sendu di sana yang berbanding terbalik dengan Halstein. Halstein yang dingin nan tajam.
Jika kedua laki-laki tersebut membuat saya merasakan dingin yang menusuk, ada Solveig bak sinar matahari hangat di tengah-tengah dingin yang mencekam. Gadis yang dulunya hidup di era Victoria ini terasa anggun, namun tidak kaku dan memiliki energi yang menyenangkan.
Jalan keluar yang dipilih oleh Halstein membuat saya kebingungan seperti yang dirasakan oleh Solveig. Saya tidak dapat menerka maksud dari rencananya. Terutama sebab jalannya rencana tersebut berjalan sangat lambat dan di waktu yang bersamaan, pembunuh berantai tersebut terus melancarkan aksinya ketika Halstein dan Solveig sibuk mendekati Ivarr.
Di luar fakta bahwa adik Ivarr merupakan salah satu korban, pada awalnya saya tidak melihat keterkaitan misi Halstein dengan Ivarr, apalagi Ivarr sangat tertutup mengenai duka yang dialaminya yang mana cenderung menghindari perihal tersebut diungkit. Namun ketika kisah terus berlanjut dan ketika tabir itu dibuka, barulah saya mengerti dengan rencana Halstein.
Ivarr tidak merasakan apa pun bahkan menangisi kematian adiknya pun tidak. Tatapannya kosong, tidak ada emosi apa pun pada dirinya. Halstein terus mendorong Solveig untuk bepergian bersama Ivarr. Tempat seperti Nasjonalmusset menjadi salah satu destinasi mereka. Absennya emosi dari diri Ivarr dengan agenda bepergian bersama Solveig ini saling berkaitan.
Cara Halstein terbilang cukup ekstrim, namun hasil dari rencana tersebut tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkannya. Belum lagi ada Solveig yang dengan jelas tidak menyukai rencana tersebut dan berhasil memengaruhi Ivarr.
Konflik selanjutnya yang harus dihadapi adalah percikan asmara di antara dua insan yang jelas datang dari dunia yang berbeda. Halstein frustasi, namun yang menjalani tentu merasa lebih frustasi. Cinta yang terhalang oleh perbedaan dunia tentu bukan sesuatu yang mudah diterima. Pada mulanya, Ivarr tidak mengetahui siapa Solveig sebenarnya meskipun ia juga tidak bodoh untuk menyadari ada yang janggal dari sosok Halstein dan Solveig.
Kisah romantis dengan alur yang lambat dan manis serta pahit dari hubungan keduanya dapat saya rasakan. Meskipun ini adalah novela, saya tidak merasa setiap konflik diselesaikan dengan terburu-buru. Saya juga tetap dapat merasakan keingintahuan yang tinggi dan berhasil dibuat bertanya-tanya akan ke mana kisah ini dibawa.
Purple Eyes karya Prisca Primasari ini merupakan karya yang indah. Novela ini akan membawamu bertransportasi sambil mengikuti proses berduka Ivarr yang tak mudah. Merengkuh duka dan mengakui keberadaannya adalah termasuk dari proses berduka itu sendiri. Dari sini kita melihat bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menghadapi kenyataan ditinggal untuk selamanya oleh orang terdekat. Jika kamu menyukai buku dengan genre fantasy-romance, maka buku ini dapat menjadi pilihan selanjutnya untuk kamu selami kisahnya.
Baca Juga
-
Realita Kehidupan Ketika Dewasa dalam Buku Adulthood is a Myth
-
Krisis Eksistensial dan Kekerasan dalam Buku Awan-Awan di Atas Kepala Kita
-
4 Rekomendasi Buku Nonfiksi Islami yang Cocok Dibaca di Bulan Ramadan
-
Belajar Mengendalikan Rasa Marah Lewat Buku Ketika Alina Marah
-
Review Buku Menunggu Beduk Berbunyi Karya Hamka, Sarat Masalah Adat, Politik, dan Agama
Artikel Terkait
-
Perjuangan Ibu demi Susu Anak dalam Buku Perempuan yang Berhenti Membaca
-
2 Aplikasi Baca Novel Gratis Saldo DANA Rp150 Ribu Tiap Hari, Cek di Sini
-
Review Novel Out of My Dreams, Hadirkan Suara Difabel di Tengah Cerita Petualangan
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel The One and Only Ruby, Kisah Gajah Kecil Keluar dari Masa Lalunya
Ulasan
-
Review Film Aisyah - Biarkan Kami Bersaudara: Persaudaraan Lintas Iman
-
Ulasan Novel Deessert: Asam Manis Kenangan dan Cinta Lama yang Belum Usai
-
Review Film The Wind Rises: Saat Langit Jadi Persembunyian Mimpi dan Luka
-
Menjelajahi Dunia Mitologi yang Penuh Misteri di Anime Bye Bye, Earth
-
Ulasan Flow: Film Animasi Peraih Oscar yang Ingatkan Kisah Nabi Nuh
Terkini
-
Daesung Sukses Buka Konser Solo Pertama di Seoul, BIGBANG Jadi Tamu Spesial
-
Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, Seksualitas Nyai dengan Tuan Eropa
-
Fenomena Flexing di Bisnis Skincare: Harga Fantastis, Kualitas Tragis?
-
BRI Liga 1: Paul Munster Tak Remehkan Arema FC, Persebaya Surabaya Siap Tempur!
-
6 Drama China dengan Judul Glory, Mana Favoritmu?