Kenali 8 Dampak Trauma Masa Kecil pada Pola Asuh, Langkah Menuju Kesembuhan

Hernawan | Nida Aulia, S. Psi
Kenali 8 Dampak Trauma Masa Kecil pada Pola Asuh, Langkah Menuju Kesembuhan
Ilustrasi hubungan yang sehat antara orang tua dan anak (Pixabay/Vika_Glitter)

Jika kamu mengalami trauma masa kecil, kemungkinan besar hal itu akan melekat padamu hingga dewasa, tergantung pada tingkat keparahan trauma yang dialami. Hal ini mungkin memengaruhi kemampuanmu untuk menjaga hubungan yang sehat dengan anak-anakmu kelak. 

Menurut teori E.B. Hurlock, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua adalah pengalaman. Setiap orang tua memiliki latar belakang yang berbeda-beda.

Orang tua yang memiliki trauma masa kecil atau pengalaman masa kecil yang buruk, cenderung mewariskan pengalaman buruk tersebut kepada anak-anak mereka. Akan tetapi, apabila diberi penanganan yang tepat, trauma masa kecil orang tua dapat diatasi. Sehingga anak-anak sebagai generasi penerus tidak merasakan hal yang sama.

Cara kamu merasakan cinta dan kasih sayang semasa kecil, kemungkinan besar akan memengaruhi cara kamu memberikan cinta dan kasih sayang kepada anak kamu sendiri. Demikian pula, jika kamu mengalami pola-pola disfungsional atau tidak sehat dalam keluargamu seperti disiplin yang tidak konsisten, keterikatan, kurangnya batasan, atau bahkan pelecehan, kamu mungkin akan mengulangi pola-pola ini pada pola asuh terhadap anak-anak kamu, bahkan tanpa kamu sadari.

Berikut delapan dampak trauma masa kecil terhadap pola asuh anak, seperti dirangkum dari psychologytoday dan jurnal IAKN Manado.

1. Kesulitan mengatur emosi, terutama kemarahan dan frustrasi

Trauma masa kecil dapat menyulitkan orang tua untuk mengatasi perasaannya, menyebabkan mereka bereaksi dengan cara yang tidak tepat dan seringkali tidak dewasa secara emosional. Hal ini dapat menyulitkan orang tua untuk mendukung perkembangan sehat anak dalam memahami perasaan dan emosi mereka.

2. Kesulitan menjadi figur otoritas

Jika kamu tidak dididik dengan cara yang sehat oleh orang tua, hal ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan saat berada dalam posisi otoritas (orang tua). Beberapa orang mungkin bereaksi terhadap anak-anak mereka seperti teman daripada sebagai orang tua.

Demikian pula, orang lain mungkin bereaksi dengan lebih otoriter karena mencoba mengatasi pengasuhan yang mereka terima sebagai seorang anak. Hal ini dapat mengakibatkan disiplin yang tidak konsisten atau bahkan tidak ada, yang dapat menyebabkan interaksi dan dinamika antara orang tua dengan anak yang tidak sehat.

3. Kesulitan membentuk ikatan yang sehat dengan anak-anak 

Jika kamu memiliki riwayat ikatan yang tidak sehat atau bahkan tidak ada ikatan sama sekali dengan orang tua, kamu mungkin kesulitan membentuk ikatan yang sehat dengan anak-anak kamu. Ketika kita tidak tumbuh dengan contoh pola asuh yang sehat dalam hubungan keluarga, pengasuhan bisa terasa menakutkan dan tidak nyaman.

4. Menjadi terlalu protektif atau memberikan kompensasi yang berlebihan

Jika kamu tumbuh besar dengan diabaikan, kamu mungkin memberikan kompensasi yang berlebihan dengan menghujani anak dengan hadiah atau perhatian. Hal ini dapat dengan mudah terasa seperti memanjakannya, serta dapat menggantikan ikatan dan batasan emosional yang sehat. 

Perlindungan yang berlebihan sering kali dilakukan karena rasa khawatir atau takut terhadap keselamatan anak, seperti ingin melindunginya dari trauma yang mungkin kamu alami. Hal ini dapat mengarahkan kamu untuk mencegah anak mengalami hal-hal negatif yang dapat menghambat pertumbuhan emosi mereka.

5. Perilaku mentalitas korban 

Hal ini sering terlihat pada orang tua yang merasa menjadi korban dari anak-anaknya, padahal merekalah yang menjadi tanggung jawab untuk anak-anaknya. Seringkali mereka adalah orang-orang yang menyatakan bahwa mereka menjadi korban dari perilaku atau sikap anak-anak mereka. Meskipun, tentu saja membuat frustrasi, tetapi bisa saja sikap tersebut mencerminkan perilaku remaja yang normal.

6. Parentifikasi

Jika kamu tidak pernah mendapatkan dukungan yang sehat dari sosok orang tua, kamu mungkin tanpa sadar menjadikan anak sebagai pengganti pasangan atau pengasuh emosional. Hal ini tidak adil bagi anak dan dapat mengakibatkan perilaku dan interaksi yang tidak sehat.

7. Trauma ulang

Banyak yang mengalami pelecehan di masa kanak-kanak dan tidak mendapatkan dukungan yang memadai untuk menyembuhkannya. Menyebabkan perilaku dan emosi orang tua mengalami kemunduran ketika memiliki anak. Ketika kita tidak diberi dukungan untuk pulih dari trauma yang kita alami, ini adalah reaksi alami ketika kita melihat anak-anak kita berada pada usia yang sama ketika trauma itu terjadi.

8. Ketakutan yang sangat besar untuk mengulangi siklus tersebut 

Banyak dari kita khawatir akan terulangnya pola tidak sehat yang kita alami di keluarga kita sendiri. Pada beberapa orang, hal ini dapat menyebabkan penghindaran memiliki anak karena takut mengulangi siklus tersebut.

Pentingnya menyadari dan mengakui pola-pola tidak sehat yang mungkin berasal dari trauma masa kecil. Dengan mengembangkan kesadaran diri tentang bagaimana trauma tersebut mempengaruhi kita, kita dapat memulai proses penyembuhan.

Namun, mengakui bahwa trauma tersebut ada dan berdampak pada diri kita, bisa menjadi langkah yang sulit, tetapi merupakan langkah pertama yang penting dalam perjalanan menuju kesembuhan dan pertumbuhan pribadi.

Setelah berupaya mengenali, kamu dapat mengambil langkah-langkah untuk mengubah pola-pola yang tidak sehat. Bagi sebagian orang, bekerja dengan terapis sangat membantu. Menulis jurnal, membaca, dan mendidik diri sendiri juga membantu.

Jika kamu merasa terpengaruh oleh trauma masa kecil dan menginginkan dukungan dalam mengatasinya, hubungi terapis yang dapat membantu. Tindakan mengingat kembali kenangan masa kecil biasanya menyakitkan atau sulit, tetapi tidak ada salahnya mencari terapi atau dukungan tambahan jika hal itu dirasa sulit.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak