Wajah yang tersipu ditutupi kain hitam.
Menjadi orang yang selalu taat pada ajaran-ajaran Tuhan.
Menghabiskan waktu yang ia punya untuk menyembah kepada-Nya.
Ia terlihat sederhana dan ramah atas dirinya sendiri.
Mungkinkah orang seperti itu akan selalu ada?
Tidak, kini lebih banyak orang yang munafik ketimbang orang jujur.
Bahkan mereka sangat pandai bertopeng.
Bersuara sebagai orang bijak namun dalam dirinya penuh dengan kebohongan.
Menjadi taat bukan hal mudah.
Ketaatan hanya datang dari ketulusan dan keikhlasan.
Meneguhkan kepercayaan dan iman yang kuat.
Membentengi diri untuk tidak terlibat pada kesesatan.
Sungguh sulit dan memang ada juga orang yang tak mau berubah.
Dalam dirinya sudah disandra dengan keegoisan.
Kesombongan menutup mata hatinya.
Kerakusan menopang pada pikirannya setiap saat.
Menjadi taat bukan berarti menjadi budak.
Bukan pula mau disuruh apa saja.
Dan juga bukan merelakan hak dirampas oleh orang lain.
Taat tidak membebankan dan juga tidak menyiksa.
Namun, taat unsur tertinggi dalam hidup.
Penyeimbang dalam mengarungi kehidupan di dunia menuju kehidupan yang kekal.
Melalui ketaatanlah, orang dapat mengenal Tuhannya.
Dengan taat pula, ketenangan akan bersemai dalam diri.
Bukan taat hanya ingin dipuja orang.
Bertindak seperti ulama saat dihadapan orang banyak.
Bertutur kata seperti filsuf saat didengar orang.
Tentu itu bukan ketaatan, melainkan dosa besar.
Itu hanyalah dosa yang menyombongkan dirinya pada Tuhan.
Gubuk Marhaenis, 20 Agustus 2021