Seperti biasa, Yua mengisi pagi ini dengan banyak kegiatan di rumah. Sudah tiga bulan ia memutuskan untuk bekerja secara virtual. Ada hal yang membuatnya tidak ingin tatap muka dengan rekan-rekan kantor. Iya, gadis itu belum resign kerja karena butuh pemasukan untuk kebutuhan yang tak ada habisnya.
Sejak dua hari masuk kerja, ia terus dirundung oleh hampir semua rekannya di kantor. Tempat itu tidak terlalu luas dengan jumlah karyawan yang hanya mencapai sepuluh orang, termasuk pimpinan. Yua seringkali dikerjai dan dihina secara fisik. Mereka menganggap situasi itu hanya candaan semata, namun tidak bagi Yua.
Yua tak pernah tertawa ketika diperlakukan seperti itu. Ia bahkan terbebani hingga merasa kurang nyaman. Oleh karenanya, ia memutuskan untuk bekerja dari rumah dan beruntung disetujui oleh atasannya. Namun, rekan-rekannya itu masih terus mengganggunya melalui pesan teks.
Yua yang sudah mulai depresi akhirnya mengganti nomor yang hanya diketahui oleh pimpinan, teman dekat, dan keluarganya saja. Ia merasa lega atasan itu bisa menjaga privasinya dengan baik. Sejak saat itulah hidupnya jauh lebih bahagia dan tenang.
Setiap hari, ia disibukkan dengan pekerjaan kantor dan rumah. Yua tinggal sendiri pada tempat yang disewanya beberapa bulan sebelum bekerja di sana. Keluarganya tinggal cukup jauh dan seringkali membuatnya home sick. Terlebih saat tengah banyak masalah, ia butuh sentuhan hangat orang tua.
Tidak anti-sosial, Yua sering beraktivitas di luar dengan berkumpul bersama teman, serta tetangga yang tidak jauh dari rumahnya. Ia juga punya kucing peliharaan yang diberi nama Kiyyi. Hewan itulah yang terus menemani Yua saat melakukan kegiatan di rumah.
Suatu pagi, ia menerima panggilan penting dari pimpinan untuk datang ke kantor. Yua merasa berada dalam situasi sulit. Pasalnya, ia masih takut bertemu dengan rekan-rekan yang pasti akan kembali melakukan hal sama. Namun, Yua memberanikan diri dan segera pergi menuju tempat itu.
Yua tidak ingin pimpinannya kecewa, jadi ia menerima tawaran tersebut. Begitu sampai, suasana kantor sangat sepi seperti tak berpenghuni. Gadis itu berjalan menuju ruangan direktur dan mulai mengetuk pintu.
Keheningan membuat ketukan itu menjadi berdengung, menyebar ke seluruh ruangan. Yua merasa dirinya dikerjai. Ia menghela napas dan langsung meninggalkan kantor tersebut. Namun, dua langkah dilalui, pintu ruangan pimpinannya terbuka sendiri. Yua terkejut dan mencoba masuk ke dalamnya.
Matanya membelalak begitu melihat pimpinannya tergeletak penuh darah di bawah kursi. Ia berteriak meminta bantuan, tapi tak ada satu pun yang datang. Kemudian, ia menelepon layanan darurat dan gagal karena tidak adanya sinyal.
Yua bergegas keluar guna mencari pertolongan. Ia kembali dikejutkan dengan seluruh rekan-rekannya yang tewas di lobi kantor. Yua tersungkur lemas dan merasa bingung.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa semua mati?" batinnya.
Ia terdiam dengan tangisan selama beberapa menit dan berusaha berdiri untuk kembali mencari bantuan. Saat akan keluar, Yua mendengar suara tembakan. Ia kemudian bungkam dan terus meneteskan air mata.
Perasaan takut menyelimuti Yua, tapi ia tidak tega untuk kabur dan meninggalkan semua karyawan termasuk pimpinannya tewas secara mengenaskan. Akhirnya, ia memberanikan diri mendatangi asal suara pistol tersebut.
Yua sangat terkejut begitu tahu orang itu adalah dirinya sendiri. Ia berpikir kejadian yang tengah dialaminya hanya sebuah ilusi. Segera ia lari ke luar kantor dan menginjak sebuah koran dengan berita utama "seorang karyawan CV. HJI membunuh seluruh karyawan dan dirinya sendiri".