Mengenal Konsep Quiet Quitting, Budaya Kerja Seperlunya

Ayu Nabila | Diat Anugrah
Mengenal Konsep Quiet Quitting, Budaya Kerja Seperlunya
Ilustrasi bekerja (Pexels/ cottonbro)

Dalam bekerja, setiap orang memiliki pola atau cara bekerjanya masing-masing. Ada yang bekerja dengan secepat mungkin, ada pula yang lebih memilih santai. Belakangan ini, sering dibicarakan mengenai pola kerja quiet quitting. Hal ini banyak dibicarakan di media sosial, terutama oleh akun-akun yang banyak membahas mengenai pengembangan diri dan karir. Selain itu, banyak pula dibahas di forum-forum mengenai karir. Lalu, apa itu pola kerja quiet quitting? Berikut beberapa penjelasan singkat mengenai hal tersebut.

Pengertian

Quiet quitting muncul dan ramai diperbincangkan sebagai bentuk perlawanan dari hustle culture. Dimana hustle culture membuat pekerja menjadi bekerja sangat keras melampaui batas yang wajar. Misalnya dengan bekerja melebihi waktu kerja atau lembur, mengerjakan tugas di luar job description, membantu tugas orang lain, dan sebagainya.

Quiet quitting bersifat sebaliknya, hadir untuk melawan budaya tersebut. Quiet quitting adalah pola kerja dimana pekerja bekerja sesuai dengan batas aturan yang ditentukan. Misalnya dalam hal waktu kerja, pekerja akan bekerja ketika sudah masuk waktu kerja dan akan langsung pulang ketika waktu kerja berakhir. Tidak ada tempat untuk yang namanya lembur atau overtime. 

Hal ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Mengingat kita perlu memiliki batasan dalam bekerja agar tidak dimanfaatkan oleh orang lain atau perusahaan kita sendiri, namun di sisi lain terkadang ada hal-hal tertentu yang membuat kita harus melewati batas pekerjaan. Misalnya ketika ada tugas urgent yang harus dikerjakan di luar jam kerja.

Keuntungan

Quiet quitting banyak digemari oleh para pekerja dan dianggap sebagai solusi untuk mewujudkan work life balance atau kehidupan kerja yang seimbang. Hal ini agar waktu kita setiap hari tidak hanya habis untuk bekerja namun juga masih ada waktu untuk urusan lainnya. Bahkan kita juga masih bisa bersantai-santai ketika di luar jam kerja.

Hal seperti ini tentu tidak bisa kita dapatkan jika menganut pola kerja hustle culture. Saat di luar jam kerja, mungkin kita harus lembur atau justru membawa pulang pekerjaan ke rumah. Alhasil, kita tidak memiliki waktu untuk bersantai. Dengan menerapkan konsep quiet quitting maka hidup kita lebih tenang dan damai.

Kerugian

Meski begitu, tidak selalu konsep quiet quitting memberi dampak positif, ada pula dampak negatif yang bisa ditimbulkan olehnya. Misalnya karena beberapa pekerjaan memiliki indeks penilaian yang dilihat daei performance, maka orang yang lebih giat dalam bekerja akan mendapat hasil yang lebih baik. Tidak jarang yang terbaik adalah orang yang rela bekerja dengan hustle culture. Akibatnya, jika ada penetapan karyawan terbaik atau bahkan promosi jabatan, maka orang yang menerapkan konsep quiet quitting jarang mendapatkannya.

Demikian beberapa hal yang perlu kita ketahui mengenai konsep quiet quitting. Tertarik mencobanya?

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak