Ada momen tertentu ketika sekuel terasa kayak undangan reuni. Yup, kita datang dengan rasa rindu, berharap menemukan kembali kehangatan lama, sekaligus penasaran apakah kisahnya masih punya pesona yang sama. Itulah perasaan yang menyergap begitu Film Wicked - For Good dimulai.
Setelah satu tahun menunggu kelanjutan dari musikal megah, ‘Wicked’ (2024), ekspektasi pun melayang tinggi. Apakah film yang tayang di bioskop Indonesia sejak 19 November 2025 sesukses bagian pertama? Yuk, kulik bareng!
Kisah Lanjutan yang Masih Menarik?

Nah, berbeda dari pentas Broadway-nya (drama teater) yang hanya jeda lima belas menit antar babak satu dan dua, versi film meminta kita menunggu selama satu tahun penuh. Waktu yang panjang ini membuat kontinuitas emosi ikut merenggang sih.
Kita tentu masih mengingat perjalanan Elphaba dan Glinda, tetap bisa nonton ulang film pertamanya, tapi bukan berarti ikatan itu hadir dengan intensitas serupa.
Dalam cerita kali ini, dikisahkan lima tahun telah berlalu di Oz. Elphaba (Cynthia Erivo) kini dicap sebagai ‘Wicked Witch of the West’, julukan yang lahir dari propaganda. Sementara itu, Glinda (Ariana Grande) dielu-elukan bak cahaya harapan, meski dia sendiri nggak memiliki kekuatan sihir apa pun. Keduanya kini hidup dalam bayang-bayang manipulasi Madame Morrible (Michelle Yeoh) dan Sang Penyihir Oz (Jeff Goldblum), dua sosok yang memoles kebohongan menjadi kebenaran semu.
Menarik ya? Lebih menarik lagi bila Sobat Yoursay nonton sendiri.
Bagaimana dengan Performa Film Wicked - For Good?

Menariknya, naskah gubahan Dana Fox dan Winnie Holzman m mengembangkan tema yang jauh lebih dalam dibanding film pertama. Kata kuncinya: kepalsuan.
Glinda adalah representasi masyarakat Oz, sosok yang sejak kecil dibentuk oleh tuntutan untuk tampak sempurna, selalu tersenyum, selalu sopan, dan selalu ‘menyenangkan’. Sementara Elphaba menjadi antitesisnya, hadir sebagai api yang membakar lapisan-lapisan kepura-puraan itu. Ketika keduanya berada di dua sisi berbeda, tema tersebut terasa semakin jelas. Yup, dunia seringkali memilih ilusi karena ilusi terasa lebih nyaman.
Film ini juga ngasih komentar politik yang lebih tajam. Propaganda, manipulasi, dan iming-iming yang memabukkan semuanya tampil dengan cara yang nggak menggurui tapi tetap menggigit.
Perjalanan Nessarose (Marissa Bode) pun menjadi sorotan. Di balik karakternya yang kompleks, ada nostalgia pahit tentang masa muda yang hilang, masa yang perlahan tergerus kenyataan, tuntutan dunia, dan rasa sepi yang nggak pernah benar-benar terucap.
Jika Sobat Yoursay familier dengan semesta ‘The Wizard of Oz’, berbagai perubahan yang dilakukan film ini akan terasa semakin memikat. Tim kreatif Wicked: For Good mengambil keberanian besar dalam memodifikasi cerita klasik L. Frank Baum, dari peristiwa setelah Dorothy menginjak yellow brick road, hingga bagaimana klimaks versi asli yang cenderung cerah diubah jadi lebih getir, penuh ironi, dan emosional.
Sayangnya, ketika berbicara tentang musikal, dua aspek menjadi penentu, yakni lagu dan visual. Dan di sinilah sekuel ini terlihat sedikit goyah.
Nggak ada yang buruk, tapi lagu-lagunya nggak sekuat film pertama. Nggak ada deretan lagu yang memiliki dampak sebesar Defying Gravity. Visualnya, yang sebelumnya menawarkan kejutan demi kejutan imajinatif, kini lebih moderat.
Finalnya? Terasa seperti penutup yang ‘cukup’. Termasuk akting Cynthia Erivo dan Ariana Grande menjadikannya tetap emosional. Ketika keduanya berduet, bertukar sorot mata, dan menyulam obrolan yang berubah menjadi nada, ada kehangatan yang sulit ditolak. Setidaknya, film menutup tirainya dengan rasa yang tetap melekat.
Sudahkah Sobat Yoursay nonton film Wicked - For Good? Mumpung masih tayang di bioskop, yuk nonton!