Baru-baru ini beredar kabar bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani memerintahkan pembubaran Klub Motor Gede atau Moge di Indonesia. Keputusan ini menimbulkan kontroversi dan kritik di kalangan penggemar klub moge. Tapi apa alasan sebenarnya dari keputusan ini?
Salah satu alasan utama pembubaran Klub Moge adalah untuk menekan praktik penggelapan pajak dan peredaran barang ilegal. Klub Moge kerap dikaitkan dengan penjualan motor-motor impor yang memiliki harga sangat tinggi dan kebanyakan tidak dilaporkan dalam laporan pajak. Selain itu, Klub Moge juga seringkali terlibat dalam kegiatan penyelundupan dan perdagangan barang ilegal seperti narkoba, senjata, dan barang-barang kontra lainnya.
BACA JUGA: Sepak Bola Dunia Berduka, Berikut Rekam Jejak Karier Just Fontaine
Selain itu, Klub Moge juga dianggap sebagai tempat pertemuan para pengusaha dan pejabat yang tidak jelas sumber pendapatannya. Banyak anggota Klub Moge mungkin memiliki sumber keuangan yang sangat besar, namun asal muasal uang mereka sulit dilacak. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa klub moge digunakan untuk melakukan pencucian uang atau menyembunyikan dana dari aktivitas ilegal.
Keputusan Sri Mulyani membubarkan Klub Moge juga didasari kebutuhan untuk meningkatkan penerimaan pajak pemerintah. Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani bertanggung jawab meningkatkan penerimaan pajak pemerintah. Penerimaan pajak Indonesia jauh dari target yang ditetapkan dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, pembubaran Klub Moge diharapkan dapat membantu meningkatkan penerimaan pajak negara.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pembubaran Klub Moge tidak berarti melarang orang untuk memiliki atau menggunakan motor-motor gede. Namun, hal ini harus dilakukan dengan cara yang legal dan patuh terhadap aturan yang berlaku. Sri Mulyani mengatakan “meski diperoleh dari hasil uang halal dan gaji resmi tapi perilaku mengendarai moge bagi pejabat atau pegawai pajak dan Kemenkeu telah melanggar asas kepatutan dan kepantasan publik”. Nah lho gimana itu.
Meskipun keputusan ini menuai kontroversi dan kritik dari para penggemar klub moge, Sri Mulyani memastikan bahwa pembubaran ini dilakukan dengan alasan yang jelas dan objektif. Keputusan ini juga diambil dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Applause dulu untuk Ibu Sri Mulyani!
BACA JUGA: Sepak Bola Dunia Berduka, Berikut Rekam Jejak Karier Just Fontaine
Beberapa merek terkenal seperti Harley-Davidson, BMW, dan Ducati memiliki harga yang mahal, bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Sedangkan untuk pajak moge, besaran pajak juga sangat beragam tergantung pada kapasitas mesin, umur kendaraan, serta daerah tempat kendaraan terdaftar. Berdasarkan aturan terbaru dari pemerintah Indonesia, besaran pajak moge mulai dari Rp500000 hingga Rp10juta per tahun, tergantung pada kapasitas mesin kendaraan.
Untuk moge yang baru, pembayaran pajak biasanya dilakukan setiap tahun. Sedangkan untuk moge yang sudah berusia lebih dari 5 tahun, pembayaran pajak dilakukan setiap 5 tahun sekali. Pajak kendaraan bermotor termasuk moge merupakan salah satu sumber penerimaan pajak bagi pemerintah Indonesia.
Tidak ada yang salah dengan pejabat pajak atau siapa pun yang memiliki motor gede, selama mereka memperolehnya secara legal dan membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, jika seorang pejabat pajak memiliki motor gede yang diperoleh secara ilegal atau tidak membayar pajak dengan benar, itu jelas melanggar hukum dan etika yang seharusnya dipegang oleh pejabat pajak.
BACA JUGA: Momen Berkuda Zaskia dan Shireen Menarik Banyak Perhatian, Ini 4 Manfaatnya
Selain itu ada beberapa pejabat pajak lainnya yang memiliki motor gede berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN) seperti Peni Hirjanto (Sekretaris Direktorat Jenderal DJP Kemenkeu) dengan kepemilikan Honda Rebel CMX500 tahun 2019 seharga Rp158juta, Hestu Yoga Saksama (Direktur Peraturan Pajak 1) dengan kepemilikan Honda Rebel CMX500 tahun 2008 seharga Rp130juta, Mekar Satria Utama (Direktur Perpajakan Internasional DJP Kemenkeu) dengan kepemilikan Honda Rebel CMX500 AH tahun 2008 seharga Rp120juta.
Masalah etika bisa muncul ketika pejabat atau pegawai pajak memiliki moge yang sangat mahal atau mewah. Hal ini dapat menimbulkan kecurigaan bisa jadi diperoleh melalui aktivitas ilegal atau tidak etis seperti penyuapan atau korupsi.
BACA JUGA: 3 Filosofi yang Dapat Diambil dari Mendaki Gunung, Menaklukkan Batasan Diri
Oleh karena itu, sebagai pejabat yang bertanggung jawab untuk mengelola sistem perpajakan, mereka harus menjaga integritas dan mematuhi peraturan yang berlaku agar dapat membayar pajak dengan benar. Selain itu, perlunya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dengan menghindari tindakan yang dapat meragukan integritas mereka sebagai otoritas pajak.
Pasca kejadian tersebut, penjualan motor Harley Davidson bekas secara online kemungkinan akan meningkat karena dibubarkannya Klub Moge. Hal ini disebabkan kebijakan pemerintah yang memperketat penertiban terhadap klub motor dan menindak secara hukum jika terlibat dalam kegiatan ilegal.
Alhasil, beberapa anggota Klub Moge bisa menjual mogenya secara online untuk menghindari potensi dampak pembubaran klub. Selain itu, beberapa orang yang tertarik untuk memiliki sepeda motor Harley Davidson bekas juga dapat melihat ini sebagai peluang untuk membeli moge dengan harga yang lebih murah.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS