Hingar bingar Korean Pop (K-Pop) telah menjadi fenomena yang mengglobal dan pada titik tertentu, telah memberikan dampak pada perilaku penggemarnya. Dalam sebuah jurnal disebutkan, kegiatan fanship berdampak pada kegembiraan (happiness), kepercayaan diri (self-esteem), dan hubungan sosial terhadap komunitasnya (social connectedness). Akan tetapi, obsesi fans yang berlebihan pada idola justru dapat memberikan dampak psikologis yang tidak sehat, salah satunya adalah celebrity worship.
Dalam psychologytoday.com, celebrity worship syndrome (CWS) didefinisikan sebagai kelainan mental berupa obsesi-adiktif seseorang terhadap kehidupan personal selebriti. Setiap orang yang mendapat perhatian yang besar di mata publik dapat menjadi objek obsesi. Akan tetapi, menurut peneliti, sosok-sosok yang berasal dari dunia televisi, film, atau musik pop lebih memungkinkan untuk menjadi objek ini.
Tim peneliti dalam newportacademy.com menyatakan bahwa mengidolakan selebriti sesungguhnya lumrah saja sebagai bagian dari fase pembentukan identitas pada usia remaja. Namun, ketika seorang penggemar telah menunjukkan gejala CWS, ia dapat diperhitungkan sebagai indikator gangguan mental.
Banyaknya konsentrasi dan waktu yang dicurahkan seseorang dalam membentuk hubungan imajiner dengan idolanya, menyebabkan semakin sedikit waktu yang digunakannya untuk membentuk hubungan sosial yang nyata. CWS menyebabkan penderitanya seolah-olah terjebak dalam sebuah realitas semu.
Newportacademy.com secara singkat menyebutkan gejala dari sindrom ini meliputi depresi, kecemasan, gangguan keterampilan sosial, menurunnya kemampuan kognitif, kurangnya rasa penerimaan diri, compulsive buying, sampai kesulitan membangun hubungan romantik. Artikel dari idntimes.com telah mendaftar 5 gejala sindrom ini dengan dampak paling parah adalah werther effect (peniruan aksi bunuh diri).
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak berbahayanya? Ketika gejala CWS semakin meningkat, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah mencari pertolongan dari profesional seperti dokter kesehatan mental. Merekalah yang dapat memberikan penilaian apakah seseorang mengalami gangguan depresi, kecemasan, trauma, atau masalah psikis lain.
Selanjutnya, dapat juga dengan mengajak teman atau orang terdekat yang menunjukkan tanda-tanda celebrity worship untuk melakukan aktivitas lain. Poinnya adalah membuat mereka tidak terjebak pada aktivitas fanship yang berlebihan. Hal ini dilakukan untuk merangsang mereka menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga untuk membangun hubungan sosial yang otentik melalui banyak hal, seperti olahraga, jelajah alam, dan sebagainya.
Memang tak bisa dipungkiri bahwa kehadiran selebriti dapat menjadi figur dan sosok yang menginspirasi para penggemarnya untuk menghadapi tantangan hingga menggapai mimpi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa obsesi tak sehat berpotensi menjadi bumerang yang justru dapat membahayakan diri sendiri ketika praktiknya melebihi batas kewajaran dan rasionalitas.
Referensi:
https://sci-hub.se/https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0033294120961524
https://www.psychologytoday.com/us/blog/in-excess/201307/celebrity-worship-syndrome
https://www.newportacademy.com/resources/mental-health/celebrity-worship-syndrome/
https://www.idntimes.com/science/experiment/asrizal/5-penyakit-psikologis-yang-banyak-diderita-kpopers/5