Panggung untuk Palestina: Mengasah Empati terhadap Kaum Terzalimi

Candra Kartiko | Thomas Utomo
Panggung untuk Palestina: Mengasah Empati terhadap Kaum Terzalimi
Panggung untuk Palestina. (Dokumentasi pribadi/Thomas Utomo)

Panggung untuk Palestina karya Redhite Kurniawan adalah naskah yang ditahbiskan sebagai Juara III Kompetisi Menulis Indiva kategori Novel Anak. 

Novel ini menceritakan tentang kemajemukan di sekolah dasar. Adalah Fatih, sang ketua kelas yang beranggotakan anak-anak heterogen; dari yang lucu, jahil, nakal, doyan berkelahi, hingga anak berkebutuhan khusus.

Lantaran sebab itulah Kelas V C yang dihuni Bayu dan kawan-kawan dianggap sebagai kelas amburadul, medan perang, dan sederet label kurang baik lainnya.

Suatu hari, guru mengumumkan kalau akan diadakan pentas tutup tahun ajaran sekaligus perpisahan siswa kelas VI. Semua kelas diharapkan berpartisipasi sebagai pengisi acara.

Fatih agak ketar-ketir dengan kelas yang diketuainya: akan menampilkan persembahan apa mereka? 

Hingga kemudian Bayu, satu-satunya anak autissi Kelas V B, mengusulkan satu ide cemerlang yang belum pernah terpikir sekali pun dalam benak anak-anak lain. Pun penampilan semacam itu belum pernah disuguhkan dalam pentas tutup tahun.

Cetusan ide dari Bayu, membuat Fatih dan kawan-kawan berbinar, namun sekaligus was-was: bisakah mereka menyajikan penampilan yang belum pernah ada sebelumnya di SD Harapan Semesta? 

Lalu siapakah yang akan melatih mereka? Bagaimana latihannya? Di mana? Seperti apa? ... dan seterusnya.

Buku karya guru asal Lumajang, Jawa Timur ini mengandung pesan kemanusiaan yang teramat tebal dan kentara dibaca.

Pertama, jangan meremehkan orang lain, apapun latar belakangnya, bagaimana pun penampilannya, seperti apapun kemampuannya. Sebab segala sesuatu yang tampak di permukaan, tidaklah menggambarkan isi yang tersembunyi si baliknya.

Kedua, jangan mengukur masa depan dari kemampuan anak sekarang. Sebab anak yang kelihatan kurang atau bahkan tidak menonjol dalam bidang akademik, bisa jadi memiliki kecemerlangan tersendiri yang tidak dimiliki kebanyakan orang.

Ketiga, Palestina adalah bumi anbiya atau tanah para nabi yang sampai sekarang masih terus dikangkangi penjahat durjana level internasional. Apa yang dapat kita perbuat guna melawan maha digdaya ini sekaligus menunjukkan keberpihakan terhadap warga Palestina? 

Dalam buku ini, penulis menggambarkan langkah sederhana, konkret, dan berdampak yang dilakukan anak-anak muda terhadap kaum terzalimi di Asia Barat sana. 

Betapa ikhtiar bantuan mereka, seperti menampar kita (orang dewasa): apa yang sudah dan akan kita lakukan terhadap Palestina?!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak