Tahun 2020 menjadi salah satu tahun paling bersejarah bagi kehidupan modern. Siapa sangka, jika manusia akan dihadapkan dengan kenyataan atas kemunculan Covid-19. Tepat pada tahun itu pula, Indonesia harus mencatat. Mencatat data kependudukan yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Kali ini, aktivitas mencatat tersebut tentunya menemui hambatan. Interaksi antarpetugas dengan masyarakat sedikit diberikan batasan. Istilah physical distancing dan protokol kesehatan terus digencarkan. Namun, segala rintangan yang menghadang tidak memadamkan api semangat sosok gadis muda asal Probolinggo. Sebut saja ia adalah Atma, seperti namanya, ia memiliki roh besar untuk terus giat belajar hal baru.
Usianya baru 22 tahun, ia pun telah selesai mengenyam bangku pendidikan perguruan tinggi. Berasal dari jurusan penuh kegiatan di lapangan dan sering berinteraksi dengan masyarakat. Membulatkan tekadnya untuk menjadi salah satu bagian Petugas Sensus Penduduk 2020 di Kabupaten Probolinggo. Ia suka bercakap-cakap dengan orang baru, mendengarkan keluh kesah mereka. Ia tidak hanya ingin menggali pengalaman tetapi ia juga mengharapkan cerita hidup orang-orang yang akan ditemui.
Atma: “Ah, lagi-lagi aku paling muda disini” (gumamnya).
Ya, siapa sangka ia menjadi sebutir pasir diantara gundukan pasir. Ia menjadi seorang junior diantara para senior di bidang pencatatan kependudukan. Walaupun usianya muda, gejolak jiwanya telah dewasa. Ia siap menghadapi segala tantangan demi suksesnya Sensus Penduduk (SP) 2020.
Di hari pertama, tepatnya pada tanggal 1 September 2020. Ia mencoba peruntungannya menghadapi masyarakat khas pedesaan. Atma masih kikuk mengendarai sepeda motor. Alhasil ia harus mengayuh sepeda tua yang dimiliknya sejak tahun 2009. Jalanan berkelok, menanjak dan melewati persawahan wajib ia hadapi. Walaupun peluh terus menetes. Momen ini ia gunakan sebagai cara untuk menebus dosa akibat jarang berolahraga. Tidak lupa ia mengenakan atribut kebesaran seperti rompi, masker, name tag, face shield dan sebagainya.
Wajah Atma sangat jarang dikenali oleh para warga. Ia adalah sosok yang lebih banyak berdiam diri di rumah. Seringkali warga seakan bertanya, “siapakah gadis muda itu?”. Banyak senyum merekah yang Atma dapatkan dari masyarakat. Namun, tidak sedikit pula yang menyipitkan mata seakan menyangsikannya. Tidak hanya penerimaan, penolakan juga menjadi jalan cerita.
Sosok ibu muda yang tengah menimang buah hatinya tidak luput dari perhatian Atma. Atma: “Permisi bu, mohon waktunya sebentar, saya Petugas Sensus”.
Ibu muda: “Ada pendataan apa? Mau kasih BLT (Bantuan Langsung Tunai) ya?”.
Ya, Atma seringkali dianggap sebagai petugas Dinas Sosial maupun donatur yang akan memberikan bantuan ekonomi. Adapula yang secara terang-terangan meminta bantuan beras kepada Atma.
Itu sudah menjadi resiko yang harus ia tanggung. Bukan hanya kesenangan yang diterima, jelas kesedihan pun harus ia telan bulat-bulat. Walaupun Atma sempat ingin mengelus dada. Namun ia hanya mampu memberikan senyuman terbaiknya. Atma hanya mampu memaklumi, karena di saat pandemi Covid-19 masih berlangsung. Masyarakat harus menghadapi beban hidup yang lebih berat lagi.
Di balik cerita sedih, juga ada sesi yang membahagiakan. Atma ingat betul, saat ia sedang mengisi Dokumen DP2 khas SP 2020. Ada sosok bocah berusia kurang lebih 2 tahunan yang hanya menggunakan pakaian dalam. Dengan wajah penuh ingus dan tangan kanan memainkan ulat bawang merah. Tiba-tiba bocah polos itu memeluk kaki Atma. Hati orang dewasa mana yang tidak luluh apabila melihat sosok mungil anak kecil. Sungguh momen mengharukan yang selalu dikenang Atma.
Aktivitas mencatat ini sungguh melelahkan, dari pagi hari hingga petang menjelang terus ia lalui selama kurang lebih 30 hari lamanya. Tidak jarang pula ada sebagian warga iba saat melihat Atma mengayuh sepeda sendirian. Berkali-kali ia memperoleh tawaran untuk sekadar mengantarkan sampai rumah. Saat matahari mulai terbenam menjadi momentum favoritnya. Melihat hijaunya padi yang baru ditanam. Dedaunan tertiup angin yang seakan melambaikan tangan kepadanya. Menjadi amunisi tersendiri bagi Atma untuk terus mencatat.
Atma: “Yah, Sensus Penduduk telah berakhir. Namun memorinya tak pernah tersingkir”.